JAKARTA. Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) memperkirakan tahun ini permintaan minyak nabati domestik hanya akan naik 1% dibandingkan tahun 2017, atau naik menjadi 8,144 juta ton dari 8,104 juta ton.

Dari 8,144 juta tersebut, 56% atau sekitar 4,5 juta ton merupakan minyak goreng curah dan kemasan, sementara sisanya untuk produk-produk minyak nabati lainnya. Sementara, di tahun 2017, 67% atau 5,537 juta dari 8,104 juta minyak nabati merupakan minyak goreng.

Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif Gimni mengatakan, hal ini diakibatkan perubahan dari minyak goreng curah menjadi minyak goreng kemasan mengakibatkan banyak masyarakat yang mengurangi konsumsinya karena harganya tidak sesuai dengan harga minyak curah.

Meski begitu, dia bilang ada kemungkinan daya beli masyarakat meningkat di beberapa daerah, sehingga banyak yang beralih ke produk selain minyak goreng. “Jadi secara volume permintaan naik, tetapi kenaikan tersebut bukan dari minyak goreng,” tutur Sahat kepada Kontan.co.id, Kamis (4/1).

Dari sisi harga, Sahat menjelaskan harga minyak goreng akan tetap stabil. Menurutnya, kenaikan harga hanyalah spekulasi lantaran minyak bumi yang diperkirakan akan memiliki selisih harga yang lebih rendah dibandingkan CPO.

Apalagi, tahun in diperkirakan produksi minyak sawit masih akan meningkat. “Kita perkirakan tahun 2018 produksi sawit 41,9 juta ton, asalkan tidak ada perubahan cuaca yang drastis,” jelas Sahat.

Sementara itu, Sahat pun mengungkap ekspor minyak sawit di tahun 2017 sebesar 31,9 juta ton, di mana 26% merupakan crude oil (minyak mentah) dan 74% merupakan produk hilir sawit. Produk hilir tersebut terbagi atas refines oil sebesar 21,2 juta ton, oleokimia sebanyak 2,1 juta ton, dan biodiesel sebesar 190.000 ton.

Diperkirakan, di tahun 2018, ekspor sawit akan meningkat menjadi sekitar 33,1 juta ton. Di mana 8,7 juta ton merupakan crude oil, refined oil sekitar 22 juta ton dan oleokimia sebanyak 2,4 juta ton.

Meski begitu, Sahat berpendapat, ekspor produk hilir ini akan bisa meningkat apabila ada review PMK atas bea keluar produk CPO dan turunannya.

Menurutnya saat ini bea keluar yang ditetapkan sebesar US$ 750 – US$ 1.200 per ton. “Kami minta itu diturunkan menjadi US$ 550 per ton sehingga ekspor 33,1 juta ton dapat dicapai,” ujar Sahat.

 

Sumber: Kontan.co.id