Ketua Umum Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang tinggi di pasar internasional sebenarnya tidak akan terlalu menolong petani sawit di dalam negeri.

Sebaliknya, kondisi itu justru akan menolong komoditas minyak nabati kompetitor seperti minyak kedelai, rapeseed dan biji bunga matahari.

“Sekarang banyak yang mau harga sawit tinggi, itu keliru. Harga CPO tinggi tidak akan menolong petani, justru itu menolong [kompetitor] rapeseed atau sunflower karena konsumen lebih memilih mereka. Justru dengan harga rendah saat ini orang berlomba-lomba membeli sawit, kita unggul karena lebih murah,” jelas Sahat dalam diskusi di bilangan Menteng, Rabu (6/3/2019).

Menurut Sahat, yang lebih penting dari perkara harga adalah bagaimana meningkatkan produktivitas sawit petani per hektare per tahunnya.

“Kalau masih 10 ton/hektare/tahun ya betul kata Presiden (Presiden Joko Widodo), lebih baik tanam petai atau singkong. Inilah kenapa replanting [peremajaan kebun sawit rakyat] harus dijalankan hingga 2025,” imbuhnya.

Sahat menyebutkan, total 70% dari 5,8 juta lahan petani sawit rakyat harus diremajakan agar produktivitasnya meningkat hingga 25 ton per hektare per tahun.

Selain itu, Sahat juga memprediksi harga CPO di Bursa Derivatif Malaysia akan merangkak naik ke kisaran MYR 2.450/ton di bulan Juni mendatang dari harga hingga pukul 14.15 hari ini di posisi MYR 2.149/ton.

“Harga saya yakin akan naik karena serapan untuk biodiesel sangat besar. Apalagi saat nanti Pertamina berhasil mengembangkan green diesel hingga green avtur,” ujar Ketua Masyarakat Biohidrokarbon Indonesia (MBI) tersebut.

Sumber: Cnbcindonesia.com