Komisi Pengawas Persaingan Usaha akan menindak tegas perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tidak menerapkan pola kemitraan minimal 20% kepada petani plasma.

Pasalnya, komisi ini masih sering menerima laporan aduan dari petani plasma kelapasawitbahwa pola kemitraan itu tidak dilakukan oleh perusahaan perkebunan. Padahal, UU No. 39/2014 tentang Perkebunan telah mengamanatkan kewajiban pola 80% (perusahaan inti) dan 20% (plasma) tersebut.

Adapun, bunyi UU tersebut mewajibkan setiap perusahaan perkebunan memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% dari total luas areal kebun yang diusahakan.

Anggota Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Guntur Saragih mengatakan, KPPU segera menerapkan mekanisme penegakan hukum tersebut pada Mei 2019. Pada tahap awal, jelasnya, KPPU akan memanggil kementerian teknis serta mendatangi pemerintah daerah yang telah memberikan izin langsung kepada perusahaan perkebunan.

“Bulan depan sudah mulai fokus kepada kemitraan. Jadi KPPU mengawasi kemitraan tidak lagi pada tugas pencegahan tetapi penegakan hukum. Sanksinya adalah, KPPU merekomendasikan pemberi izin untuk menutup izin usaha, itu sanksi terberatnya,” kata Guntur, Selasa (23/4).

Hal itu disampaikannya dalam pertemuan Forum Group Discussion (FGD) bersama dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Indonesia Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), dan Serikat Petani Kelapasawit(SPKS).

Setelah KPPU memberikan rekomendasi untuk mencabut izin usaha, jelasnya, instansi pemberi izin wajib memberlakukan sanksi tersebut maksimal 3 hari setelah keputusan inkrah atau berkekuatan hukum tetap.

“Kami akan bergerak menelisik potensi pelanggaran. Investigator kami sedang melakukan investigasi. Ini memang kasus per kasus. Tahapannya adalah penelitian, penyelidikan, pemberkasan, dan persidangan,” kata Guntur.

Dia menjelaskan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 17/2013 KPPU memiliki kewenangan untuk mengawasi dan menegakkan hukum atas pelaksanaan kemitraan antar pelaku usaha besar dengan UMKM.

“UU itu mewajibakan pelaku usaha memiliki plasma, benar atau tidak lahan itu. Kalau tidak ada, artinya bodong maka penguasa lahan 20% itu berhadapan dengan KPPU. Sengketa reforma agraria memang belum sempurna, ada petani yang tidak tahu di mana kebun plasmanya. Semoga moratoriumsawitmenjadi memontum untuk kemakmuran rakyat sesuai konstitusi kita,” kata Guntur.

SAMBUT BAIK

Ketua Presidium IHCS Gunawan mengatakan, pihaknya menyambut baik langkah KPPU yang masuk dalam ranah penegakan hukum dalam membantu tata kelola perkebunan kelapa sawit.

Menurutnya, upaya KPPU sudah tepat karena banyak masalah di wilayah konsesi perkebunan kelapa sawit karena salah satunya minim campur tangan pemerintah dalam menangani persoalan kemitraan.

“Tidak susah untuk menemukan data perusahaan yang sudah atau belum menerapkan kemitraan. Ada di Dinas Pertanian, Badan Penanaman Modal Daerah. Lalu, ketika perusahaan bekerja sama dengan koperasi, itu kan sepengetahuan bupati, seharusnya bupati mengerti lokasi kemitraan itu,” ujarnya.

Sebelumnya kepada Bisnis, Ketua SPKS Mansuetus Darto mengatakan bahwa 60% perusahaan perkebunan kelapasawitdi mdonesia masih belum membangun kebun plasma dengan pola kemitraan 20%.

Dia menyebutkan, sekitar 14 juta hektare dari total luas lahan kebun kelapa sawit saat ini, kepemilikannya masih mayoritas dipegang perusahaan. “31 % adalah luasnya milik petani swadaya dan 12% petani plasma, sisanya adalah milik perusahaan dengan besar 57% dikuasai perusahaan,” kata Mansuetus.

Sementara itu, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Dedi Junaedi mengatakan, luasan perkebunan plasma mencapai 617.000 hektare.

Pihaknya sudah memperingatkan kepada pelaku usaha yang belum mengalokasikan minimal 20% untuk plasma akan mendapatkan sanksi pencabutan izin usaha perkebunan (IUP).

“Sudah ada [dicabut] karena belum memfasilitasi kebun masyarakat. Bagi yang tidak memenuhi IUP untuk Budidaya akan dicabut,” ujar Dedi.

Berdasarkan Data Kementerian Pertanian, luas perkebunan sawit Indonesia mencapai 14,03 juta hektare, dengan perincian perkebunan swasta seluas 7,7 juta hektare, perkebunan swadaya 5 juta hektare, dan kebun plasma luasan 617.000 hektare.

Sumber: Bisnis Indonesia