JAKARTA – Pelarangan ekspor minyak sawit ke Uni Eropa menjadi peluang untuk mengoptimalkan penghiliran dalam negeri.

Seperti diketahui, salah satu mitra dagang Indonesia yaitu Uni Eropa melarang penggunaan minyak sawit mentah sebagai bahan campuran biofuel. Pada awalnya, Uni Eropa bakal menghentikan impor CPO pada 2021, tetapi ditunda hingga 2030.

Ina Primiana, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjajaran (Unpad), menegaskan strategi pemerintah untuk menguatkan penghiliran di sektor industri pengolahan sawit merupakan salah satu solusi dalam menghadapi pelarangan impor sawit Indonesia ke beberapa negara Uni Eropa.

“Jadi, industri hilir yang bertugas untuk mengolah sawit di dalam negeri harus bisa menghasilkan produk olahan sawit dalam bentuk yang berbeda untuk memperluas pasar ekspor,” tuturnya, Selasa (21/8).

Menurut Ina, pihaknya telah melakukan kajian dengan metode computable general equilibrium (CGE) yang mensimulasikan penurunan ekspor CPO hingga 15%. Angka ini diambil berdasarkan pangsa pasar CPO ke Uni Eropa.

Analisis dilakukan terhadap dua skenario, yaitu simulasi pelarangan ekspor ke Uni Eropa dan simulasi pertama disertai dengan peningkatan investasi di sektor industri CPO dan berbagai industri turunannya.

Hasil simulasi pertama tersebut menunjukkan, dengan permintaan ekspor CPO yang turun, ekspor minyak sawit secara umum turun sebesar 4,46% dan simulasi kedua sebesar 3,45%.

Namun, hal berbeda ditunjukkan pada ekspor produk turunan CPO, seperti industri makanan, farmasi, kosmetik, kimia, dan lainnya. “Pelarangan CPO di Uni Eropa harus dapat dijadikan insentif untuk mendorong pengembangan industri turunan kelapa sawit. Indonesia juga harus bisa mencari altematif negara tujuan ekspor yang baru, khususnya untuk produk hilir CPO,” kata Ina.

Dia juga memaparkan bahwa harga CPO yang dijual mentah hanya senibi US$800-US$1,000 per ton atau setara Rpl4,5 juta. Namun, jika minyak sawit tersebut diolah untuk kebutuhan produksi minyak goreng, harganya akan bertambah menjadi US$1.000-USSl.400 per ton atau setara Rp20,3 juta.

Peningkatan nilai tambah lainnya dimungkinkan jika minyak sawit diolah untuk menjadi gliserin, asam lemak, fatty alcohol, dan methyl ester, karena harganya bisa mencapai US$1.400- US$2,000 atau setara Rp29 juta.

Selanjutnya, jika minyak sawit diolah untuk kebutuhan surfaktan, sabun logam, lubrikan alami, resin azelat, biopoliol dan asam dimer, harganya akan lebih tinggi lagi yaitu berkisar US$2.000-US$3,000 atau setara Rp43 juta.

Apabila minyak sawit diolah untuk kebutuhan kosmetik, sabun, detergen biodisel, obat-obatan, pelumas, biodisel, pelumas sampai cat, harganya mampu menembus US$3.0OO-US$4.0O0 atau setara Rp58 juta.

Kemenperin mencatat secara rata-rata tahunan industri kelapa sawit hulu hingga hilir menyumbang US$20 miliar pada devisa negara. Selain itu, sektor ini juga menyerap tenaga kerja sebanyak 21 juta orang, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Saat ini, Indonesia berkontribusi sebesar 48% dari produksi CPO dunia dan menguasai 52% pasar ekspor minyak sawit.

1 Gusti Putu Suryawirawan, Direktur Jenderal Ketahanan dah Pengembangan Akses Industri Internasional (KPAH) Kementeran Perindustrian, menegaskan ada tiga jalur penghiliran industri CPO di dalam negeri yang masih potensial untuk terus dikembangkan, yaitu ole-opangan (oleofood complex), oleokimia [oleochemical complex), dan biofuel (biofuel complex).

Menurut dia, pemerintah bakal memacu penghiliran di sektor industri CPO agar dapat meningkatkan nilai tambah serta memperluas pasar ekspor. “Untuk itu setidaknya tiga kementerian perlu duduk bersama guna membahas permasalahan ini, yaitu Kementan, Kemenperin, dan Kemendang.”

Putu mengemukakan perlu didefinisikan produk apa yang paling efisien untuk didorong. “Jangan sampai ada hambatan lagi dan dianggap melanggar praktik perdagangan oleh WTO.”

Terkait dengan penghiliran biofuel, pemerintah tengah serius untuk menerapkan program biodiesel 20% (B20) secara penuh di Indonesia, dan memperluas penggunaan B20 di semua kendaraan bermotor.

Putu optimistis program B20 dapat meningkatkan pemanfaatan bahan baku lokal serta diproyeksi dapat mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM) sebanyak 3,5-4,5 juta liter ton per tahun atau kurang lebih setara dengan US$5,5 miliar per tahun.

“Dalam rangka mendukung hal tersebut, pemerintah sedang menyusun rancangan peraturan presiden terkait dengan kewajiban pencampuran B20 bagi sektor public service obligation [PSO] dan non-PSO,” paparnya.

Annisa Sulistyo Rini

 

Sumber: Bisnis Indonesia