InfoSAWIT, JAMBI – Dua asosiasi petani dari Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi yaitu Forum Petani Swadaya Merlung Renah Mendaluh (FPS-MRM) dan Asosiasi Petani Berkah Mandah Lestari (APBML) serta satu asosiasi petani dari Kabupaten Batanghari, Jambi yakni Cahaya Putra Harapan (ACPH) telah berhasil memperoleh sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

Prestasi ini merupakan capaian dari program bernama “Dari Rantai Pasok Inovatif ke Rantai Pasok Keberlanjutan” yang digagas Yayasan Inisiatif Dagang Hijau (YIDH), Setara Jambi, dan PT. Asian Agri, serta dukungan pemerintah daerah setempat.

Program yang telah dimulai sejak tahun 2016, telah berhasil menjadikan 1.015 orang petani sawit swadaya dari tiga asosiasi petani tersebut mendapatkan sertifikat RSPO dengan luas areal 1.926,29 hektar.

Diunggkapkan Direktur Setara Jambi, Nurbaya Zulhakim, pekerjaan ini bukanlah perkara ringan karena perlu diawali dengan perubahan cara berpikir agar petani mau memproduksi minyak sawit ramah lingkungan agar bisa menghasilkan harga Tandan Buah Segar (TBS) menjadi lebih stabil.

“Kami mengedukasi para petani dalam menyesuaikan standar budidaya kelapa sawit yang baik, serta pemenuhan aspek legalitas dengan kepemilikan Surat Hak Milik (SHM) dan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB). Caranya adalah melakukan diskusi dengan beberapa pihak termasuk melibatkan para petani swadaya, membuka peluang untuk advokasi, dan penggalangan dukungan untuk petani kecil,” katanya dalam keterangan tertulis diterima InfoSAWIT, belum lama ini.

Sementara diungkapkan, Bupati Tanjung Jabung Barat (Tanjabar), Anwar Sadat, pada sambutannya di acara Penyerahan Sertifikat RSPO di Desa Sungai Rotan (10/6), mengapresasi prestasi yang telah diperoleh petani sawit swadaya di wilayah Tanjabar.

“Kami turut bangga mendengar bahwa di Kabupaten Tanjung Jabung Barat telah ada dua asosiasi petani swadaya yang berhasil mendapatkan sertifikat RSPO. Hal ini adalah contoh nyata bahwa petani kecil pun mampu mewujudkan pengelolaan kebun kelapa sawit secara berkelanjutan hingga bisa menembus pasar internasional. Mereka telah membuktikan kemampuannya untuk mengelola kebun dengan cara tidak membakar dan melestarikan ekosistem sungai di Lubuk Larangan,” ungkapnya.

Dikatakan Group Manager APBML, Ardiansyah, perubahan para petani yang awalnya berkebun secara individu menjadi berkelompok. Hal inilah yang mendorong perhatian lebih dari perusahaan karena kelompok petani ini telah berhasil memproduksi TBS dengan standar kualitas yang sama.

“Manfaat lainnya adalah peningkatan hasil panen sebagai dampak dari pelatihan budidaya kelapa sawit. Sebelum bergabung dengan kelompok tani, lahan sawit saya seluas 5 ha hanya menghasilkan 3-4 ton per 15 hari, sekarang meningkat menjadi 5-6 ton per 15 hari,” kata Ardiansyah. (T2)

 

Sumber: Infosawit.com