Asosiasi dan Akademisi meminta revisi Peraturan Menteri Perindustrian No.87 /2013 tentang pemberlakuan SNI 7709: 2012 Minyak Goreng Sawit terutama penambahan fortifikasi Vitamin A. Aturan fortifikasi vitamin A berpotensi tidak akan efektif dan membebani devisa negara, mengapa bisa terjadi?
Seminar dengan diskusi panel yang digelar oleh Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (Paspi) ini menghadirkan pembicara Enny Ratnaningtyas (Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Ditjen Industri Agro Kemenperin), Prof Dr Soekirman (Koalisi Fortifikasi Indonesia), Dr Paul Wassell (PT SMART Tbk), Prof Dr Purwiyatno Hariyadi (Guru Besar Teknologi Pangan IPB), dan Prof Dr dr Erni Hermawati Purwaningsih MS, (Guru Besar Farmakologi FKUI).
Sahat mengungkapkan pertimbangan pertama, efektifitas fortifikasi Vitamin A pada Minyak Goreng Sawit sebagai cara delivery vitamin A ke masyarakat, juga menjadi perdebatan. Isu ini terkait dengan stabilitas Vitamin A mulai dari pabrik sampai ke retailer dan retensi vitamin A pada saat penggorengan.
Kedua, kata Sahat, kandungan fortifikan (vitamin A, beta karoten) minyak goreng sawit pasca pabrik sampai konsumen, yang lebih rendah dari SNI 7709: 2012 Minyak Goreng Sawit. Maka, produsen minyak goreng Sawit yang mencantumkan label SNI) dapat dituduh sebagai pembohongan publik dan berpotensi menghadapi gugatan hukum dari masyarakat.
Ketiga, adanya kalimat “dengan penambahan Vitamin A” pada SNI 7709: 2012 Minyak Goreng Sawit, dinilai diskriminatif karena SNI minyak goreng non sawit seperti minyak goreng kelapa (SNI -01-3741-2002), minyak goreng kedelai (SNI 01-4466-1998) tidak diwajibkan penambahan vitamin A.
Keempat, dengan kewajiban menambah vitamin A sintetis dan yang saat ini harus diimpor maka kebijakan SNI tersebut mencipatakan ketergantungan baru pada impor Vitamin A.
Sahat mengatakan alasan kelima yaitu dengan adanya kata “penambahan Vitamin A”, jika tidak ditambahkan vitamin A (meskipun mengandung fortifikan alamiah beta karoten yang setara dengan aktifitas vitamin A 45 IU/g) maka suatu minyak goreng tidak dapat digolongkan sebagai Minyak Goreng Sawit sesuai SNI meskipun berasal dari minyak sawit.
Prof.Purwiyatno Hariyadi menyetujui usulan revisi SNI fortifikasi vitamin A minyak goreng sawit untuk memberikan ruang inovasi kepada produsen terkait penyediaan Vitamin A . Kalimat “penambahan vitamin A” akan menambah beban produsen minyak goreng karena pasca fortifikasi diwajibkan, setiap tahun mereka harus impor vitamin A.
Dari kalangan pemerintah, Panggah Susanto, Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian menyebutkan pihaknya sangat terbuka menerima masukan dari pakar dan asosiasi berkaitan SNI SNI 7709: 2012 untuk kewajiban fortifikasi vitamin A minyak goreng sawit. Walaupun di sisi lain, Kementerian Perindustrian ingin aturan ini berjalan terutama yang mengatur kewajiban kemasan minyak goreng sawit.
“Minyak goreng yang berkali-kali dipakai, dipakai lagi. Kalau tidak ada standar dan kemasan di situ dicantumkan segala macam syarat dan tanggung jawab . Maka sangat berbahaya sekali,” ujarnya.
Panggah menuturkan,” fortifikasi silakan untuk didiskusikan, pemerintah ikut saja dan menunggu hasilnya. Kalau soal kemasan jangan diulur-ulur lagi, langsung saja dilaksanakan.”
Bungaran Saragih, Ketua Dewan Pembina PASPI, meminta pemerintah untuk menggandeng swasta maupun BUMN untuk menyelesaikan persoalan fortifikasi ini. “Masyarakat mungkin belum melihat penting fortifikasi ini. Tetapi bahaya jika tidak mendapatkan edukasi. Disinilah peranan pemerintah ,”ujarnya.
Sumber: Sawitindonesia.com