Panen tandan buah segar kelapa sawit di Bogor, Jumat (14/6). Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), hingga Triwulan I 2019 ekspor minyak sawit secara keseluruhan (Biodiesel, Oleochemical, CPO dan Produk turunannya) sebesar 9,1 juta ton atau naik 16% dibanding periode sama tahun 2018 yang sebesar 7,84 juta ton. KONTAN/Baihaki
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) optimistis Indonesia bisa menang dalam gugatan di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Seperti diketahui, Indonesia akan mengajukan panel ke WTO terkait diskriminasi atas sawit Indonesia oleh Uni Eropa (EU). Kebijakan RED II yang diberlakukan EU membuat minyak sawit Indonesia tak bisa digunakan sebagai bahan biodiesel.
“Harusnya Indonesia punya peluang untuk menang,” kata Ketua Umum Gapki Joko Supriyono saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (7/6).
Tindakan diskriminatif EU dinilai penting untuk digugat. Hal itu agar kebijakan serupa tidak ikut diterapkan di negara lain yang menjadi penghambat ekspor.
Oleh karena itu Gapki mendukung langkah pemerintah untuk melakukan panel ke WTO. Meski pun saat ini kebijakan tersebut belum berjalan dan belum memberi dampak pada ekspor sawit Indonesia.
“Belum berdampak, ekspor masih normal. Kalau tidak salah mulai 2021 (diterapkan) dengan berbagai tahapan dan baru full nanti 2030,” terang Joko.
Sebagai informasi, produksi sawit Januari – Maret 2020 lebih rendah 14% dari periode yang sama tahun 2019. Sementara konsumsi dalam negeri lebih tinggi 7,2% dan ekspor lebih rendah 16,5% dengan nilai ekspor 9,45% lebih tinggi yaitu US$ 5,32 miliar.
Konsumsi minyak sawit untuk pangan dalam negeri turun sekitar 8,3%. Sebaliknya konsumsi untuk produk oleokimia naik sebesar 14,5% dan konsumsi biodiesel relatif tetap.
Produk oleokimia naik karena kebutuhan bahan pembersih sanitizer meningkat. Dari 68.000 ton kenaikan konsumsi oleokimia, 55% terjadi pada gliserin yang merupakan bahan pembuatan hand sanitizer.
Sumber: Kontan.co.id