Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) mencatat kinerja positif ekspor minyak sawit secara keseluruhan yakni biodiesel, oleochemical, CPO dan produk turunannya, pada Maret 2019. Berdasarkan data Gapki, ekspor minyak sawit secara keseluruhan mencapai 2,96 juta ton atau tumbuh 3% dibandingkan capaian bulan sebelumnya yang hanya 2,88 juta ton.

Ketua Umum Gapki Joko Supriyono mengatakan, meskipun mengalami peningkatan namun secara angka menurutnya kurang signifikan. Sebab jika tidak ada kampanye negatif dari Uni Eropa, ekspor minyak sawit seharusnya bisa lebih tinggi dari angka tersebut.

“Sentimen Uni Eropa telah menggerus kinerja ekspor Indonesia. Lesunya perekonomian di negara tujuan utama ekspor khususnya India juga berdampak sangat signifikan pada permintaan minyak sawit,” ujarnya dalam acara Buka Puasa Bersama Gapki di Jakarta, Rabu (15/5/2019).

Disisi lain, lanjut Joko, perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China yang tak kunjung usai juga mempengaruhi perdagangan minyak nabati. Pasalnya, stok minyak nabati milik AS yakni kedelai menjadi menumpuk dan membuat harganya jatuh.

Menurut Joko, ketika harga minyak keledai jatuh, harga minyak sawit pun ikut terdampak. Sehingga, walaupun volume ekspor bertumbuh, nilainya tidak bergerak signifikan.

Pada bulan ketiga 2019, ekspor CPO dan turunannya dari ke India membukukan penurunan tajam dari bulan sebelumnya yaitu dari 516,53 ribu ton ke 194,41 ribu ton.

“Perlambatan pertumbuhan ekonomi India yang hampir memasuki ambang krisis menyebabkan berkurangnya permintaan minyak sawit India baik dari Indonesia maupun Malaysia,” jelasnya.

Penurunan permintaan juga diikuti negara-negara Afrika sebesar 38%, Amerika Serikat 10%, Tiongkok 4% dan Uni Eropa 2%. Namun untuk, ekspor minyak sawit ke negara-negara di luar yang telah disebutkan mengalami peningkatan 60% dibandingkan bulan sebelumnya.

Peningkatan permintaan CPO dan produk turunannya dari Indonesia yang cukup signifikan datang dari Asia khususnya Korea Selatan, Jepang dan Malaysia.

Sumber: Okezone.com