Medan. Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) memuji sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menampakan keberpihakan yang sangat kuat terhadap bisnis perkebunan kelapa sawit nasional, termasuk kepada petani sawit. Namun di saat yang sama, APKASINDO curiga ada sejumlah menteri yang justru terkesan tidak sejalan dengan langkah Presiden dalam menguatkan petani sawit nasional.
“Kami curiga dan meminta agar Presiden Jokowi mengevaluasi keberadaan sejumlah menteri yang kami curigai, kami duga tidak sejalan dengan langkah Presiden. Menteri-menteri yang tidak sejalan dengan Presiden Jokowi kami lihat justru mengeluarkan sejumlah lebijakan yang sangat merugikan petani sawit,” kata Sekretaris Jenderal DPP APKASINDO, H Asmar Arsjad kepada sejumlah wartawan, di Medan, Sabtu (25/11/2017).
Saat itu Asmar bersama sejumlah pengurus lainnya seperti Ketua Umum DPP APKASINDO H Anizar Simanjuntak, Ketua DPD APKASINDO Sumut Gus Harahap. Kata Asmar, sikap mereka itu bukan tanpa alasan. Sebab, memang mereka sangat merasakan sekali dampak dan penerapan kebijakan dari sejumlah menteri di Kabinet Jokowi.
Didesak siapa menteri-menteri yang dituding APKASINDO tak berpihak ke petani sawit, Asmar dengan tegas menyebutkan nama Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH) Siti Nurbaya dan Menteri Agraria dan Tata Ruang Bafan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil.
Kata Asmar, Mentero Sofyan Djalil memang banyak menyiapkan sertifikat lahan secara gratis seperti yang ditargetkan Presiden Jokowi.
“Tapi dari 2,6 juta sertifikat yang dibagikan Presiden kepada masyarakat, semua itu sebenarnya masuk sertifikat PRONA (Program Nasional). Tidak ada satu sertifikat pun dari 2,6 juta itu yang ditujukan ke lahan perkebunan sawit milik petani sawit,” ungkap Asmar.
Padahal lahan perkebunan sawit milik petani yang sudah tersertifikasi akan membuat petani bisa memeroleh dana peremajaan atau replanting dari BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit).
Kata dia, sertifikasi lahan untuk petani kelapa sawit sampai saat ini belum dibantu pemerintah.
“Padahal sesuai ketentuan dari ISPO (Indonesia Suistanable Palm Oil), lahan perkebunan kelapa sawit milik petani yang sudah tersertifikasi bisa mendapatkan dana peremajaan dari BPDPKS,” kata Asmar.
Sementara terkait Menteri LHK Siti Nurbaya, Asmar dengan berapi-api menyebutkan sikap sang menteri yang getol dalan mrnjalankan Peraturan Presiden Nomor 88/2017 tentang Kawasan Hutan sangat menyakitkan bagi petani sawit. Sebab, Kementerian LHK berpotensi secara serampangan menunjukan lahan petani sawit masuk ke dalam area hutan.
“Sekadar menambahkan, Perpres 88/2017 ini kalau diterapkan secara penuh maka akan membuat Desa Bukit Harapan di Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta), Sumatera Utara, berpotensi menjadi hilang karena desa tersebut dan perkebunan sawit milik masyarakat setempat dituding PP 88/2017 itu masuk ke dalam kawasan hutan,” sambung Gus Harahap.
Gus Harahap menambahkan, Peraturan Menteri LHK Nomor 14, 15, 16, 17, 129, dan 130 tahun 2017 yang terkait dengan Kawasan Lindung Ekosistem Gambut (KLEG) dan moratorium gambut dalam kawasan hutan juga mencederai petani sawit dan pelaku usaha Hutan Tanaman Industri (HTI). “Semua peraturan Menteri LHK itu kalau ditetapkan akan membuat 1.020.000 hektare lahan sawit petani akan hilang karena dimusnahkan oleh seluruh peraturan menteri tersebut,” tegas Gus Harahap.
Sumber: Medanbisnisdaily.com