Komitmen Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk lebih peduli pada peningkatan kesejahteraan petani kelapa sawit ditagih.

Terbitnya Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Paser Nomor 9 Tahun 2018 tentang Tata Niaga dan Pembatasan Angkutan Buah Sawit, harus ditindaklanjuti dengan langkah-langkah konkret. Sekaligus bisa dirasakan langsung oleh para petani kelapa sawit.

Kepala Advokasi Serikat Petani Kelapa sawit (SPKS) Kabupaten Paser, Kalimantan Timur (Kaltim), Kanisius menyampaikan, Perda itu memuat sejumlah poin yang cukup mengakomodir kepedulian terhadap kesejahteraan petani kelapa sawit.

Selain mendapatkan apresiasi dengan terbitnya Perda itu. Kanisius yang juga Ketua Forum Petard Kelapa sawit Kabupaten Paser itu menegaskan, terbitnya Penda itu adalah hasil perjuangan seluruh petani kelapa sawit di Kabupaten Paser.

“Peraturan ini ada karena ada gerakan petani. Agar pemerintah daerah lebih peduli dengan masalah petani kelapa sawit. Gerakan ini puncaknya pada 2018 lalu. Perwakilan petani seluruh Paser sepakat mendesak pemerintah memperhatikan harga tandan buah segar (TBS) yang sangat rendah, dibanding harga pemerintah daerah,” tuturnya.

Dengan terbitnya Perda itu. Kanisius berharap, kiranya seluruh seluruh pemangku kepentingan mentaatinya. Sehingga dengan Perda itu, bisa jadi solusi. “Kami senang. Karena akan ada pengawasan
dari Pemerintah Daerah. Melibatkan semua pemangku kepentingan. Juga akan ada sanksi. Jika peraturan ini tidak dijalankan. Terutama oleh perusahaan,” terangnya.

Setelah terbit Perda\’itu, lanjut Kanisius, para petani kelapa sawit pun sudah melakukan sejumlah langkah. Salah satunya, mendorong petani bermitra dengan perusahaan sawit. Kini, sudah ada sejumlah petani sawit lewat koperasi mengajukan kemitraan dengan perusahaan terdekat.

“Harapan kami, ini segera disambut baik oleh perusahaan di Kabupaten Paser. Sekaligus untuk melihat, apakah perusahaan bisa mengikuti aturan yang sudah dibuat bersama,” ujarnya.

Ketua Serikat Petani Kelapa sawit (SPKS) Kabupaten Paser, Iwan Himawan mengatakan. Perda itu memiliki sejumlah manfaat bagi petani. Pertama, akan ada kemitraan antara petani dan perusahaan yang langsung diawasi oleh Pemerintah Daerah, melalui Dinas Pertanian.

Kedua, akan ada pengawasan pemerintah untuk Tata Niaga Sawit. “Selama ini kan, tata niagasawitbelum ada pengawasan yang baik dari pemerintah. Harga ditetapkan pemerintah tinggi, petani menerima harga yang sangat rendah,” ujarnya.

Belajar dari kasus 2018 lalu, harga TBS sampai Rp 500-Rp 600 di tingkat petani, sangat merugikan. “Perda ini bisa jadi payung hukum mengawasi-harga di lapangan oleh pemerintah dan pemangku kepentingan,” terang Iwan.

Sumber: Rakyat Merdeka