Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencurigai bahwa kenaikan harga minyak goreng curah disebabkan oleh jalur distribusi yang panjang. Hal ini mendorong harga minyak goreng curah melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp 14.000 per liter. Data Bapanas menunjukkan tren kenaikan harga minyak goreng secara nasional selama 43 hari terakhir, dari Rp 14.520 per liter menjadi Rp 14.710 per liter pada hari Rabu (13/12). Rata-rata harga tersebut lebih tinggi sekitar 5,07% dari HET.

Maino Dwi Hartono, Direktur Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan Bapanas, menduga bahwa terdapat dua rantai distribusi tambahan antara agen minyak goreng curah dan pengecer. Menurutnya, hal ini menyebabkan HET minyak goreng curah sulit tercapai. “Pengecer mungkin menerima minyak goreng curah seharga Rp 14.000 per liter. Akibatnya, harga jual dari pengencer menjadi Rp 14.500 atau Rp 15.000 per liter. Dengan demikian, harga di lapangan jauh dari HET,” ujarnya kepada Katadata.co.id pada Rabu (13/12). Selain penambahan rantai pasokan, Maino juga menduga bahwa frekuensi pengiriman minyak goreng curah mulai berkurang. Menurutnya, kedua faktor ini menjadi akar dari terus meningkatnya harga minyak goreng curah di Pulau Jawa. Dia juga mengungkapkan bahwa harga minyak goreng curah di luar Pulau Jawa kemungkinan akan lebih tinggi karena biaya transportasi di sana lebih tinggi. Bapanas mencatat harga minyak goreng curah tertinggi terdapat di Maluku, mencapai Rp 20.000 per liter.

Sahat Sinaga, Ketua Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia, sebelumnya menyatakan bahwa kenaikan harga minyak goreng tidak berasal dari pabrik minyak goreng. Menurutnya, harga CPO saat ini stabil sekitar Rp 11.330 per kilogram. “Kemungkinan besar, kenaikan harga minyak goreng terjadi saat sampai di tingkat ritel. Kami tidak memiliki kontrol jika pedagang menaikkan harga,” ungkap Sahat kepada Katadata.co.id pada Selasa (12/12). Selain pasar, Sahat juga menduga bahwa kenaikan harga minyak goreng dapat disebabkan oleh proses distribusi, namun ia berpendapat bahwa kenaikan harga minyak goreng lebih mungkin terjadi di tingkat pedagang.

Di sisi lain, Sahat memperkirakan bahwa produksi minyak goreng sepanjang tahun 2023 akan lebih rendah dari proyeksi awal sebesar 4,8 juta ton. Menurutnya, produksi minyak goreng untuk pasar tradisional diproyeksikan mencapai 3,34 juta ton, sementara untuk ritel modern sebesar 1,34 juta ton. Dia mencatat bahwa produksi minyak goreng dari Januari hingga Oktober 2023 turun sekitar 12% dari proyeksi yang sama. Menurut Sahat, penurunan produksi ini bukan karena ketersediaan CPO yang minim di dalam negeri, melainkan karena penurunan permintaan. Dia menekankan adanya perubahan pola makan masyarakat, terutama di kota-kota besar, yang lebih cenderung mengonsumsi makanan cepat saji dan roti daripada makanan yang digoreng. “Oleh karena itu, tidaklah masuk akal jika harga minyak goreng naik di pabrik,” tegasnya.

 

sumber: https://katadata.co.id/agustiyanti/finansial/65797c8b8a870/bapanas-duga-harga-minyak-goreng-curah-mahal-gara-gara-distribusi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *