Uni Eropa segera mengenakan bea impor untuk produk biodiesel Indonesia. Kebijakan itu diambil setelah Uni Eropa menuding pemerintah Indonesia menerapkan praktik subsidi untuk produk biodiesel berbasis minyak kelapa sawit.
“Impor biodiesel bersubsidi dari Indonesia telah mengancam kerugian materiil pada industri Uni Eropa,” tulis Komisi Eropa dalam Jurnal Uni Eropa, seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Selasa (13/8/2019).
Berdasarkan keterangan Komisi Eropa, pangsa pasar biodiesel Indonesia telah melonjak menjadi 3,3% atau sebesar 516,08 juta ton di sepanjang tahun yang berakhir pada September 2018. Sementara pada periode yang sama tahun 2017 dan 2016 pangsa pasar biodiesel Indonesia masing-masing sebesar 0,2% dan 0,3%.
Menanggapi itu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan pengusaha dalam hal ini para importir susu. Koordinasi terkait mengenai rencana balasan pemerintah meningkatkan tarif bea masuk kepada impor produk olahan susu dari Uni Eropa.
“Nanti saya harus koordinasi, kalau kita sekarang secara mendadak lakukan itu (balasan) tanpa ada persiapan maka konsekuensinya harga pokok produk itu yang mempergunakan itu sebagai bahan baku pasti naik,” kata Enggar di komplek Istana, Jakarta, Selasa (13/8/2019).
Kenaikan harga akan terjadi jika pemerintah tidak menyiapkan atau memastikan sumber baru bagi produk olahan susu. Oleh karenanya, pemerintah akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan para importir.
“Kita harus memerhatikan pasar domestik juga. Tetapi kami pasti akan terapkan (BMAS produk susu) dan kita sudah minta kepada mereka untuk mengalihkan sumbernya,” jelas dia.
“Sumbernya tidak dari Eropa, kita kasih batas waktu waktu itu dan kalau mereka sudah menerapkan kita akan undang lagi mereka kita akan mempercepat,” sambungnya.
Sebagai informasi, tarif yang diberikan berkisar antara 8-18%, dan menyasar beberapa produsen utama, dengan rincian:
PT Caliandra Perkasa: 8%
Wilmar Group: 15,7%
Musim Mas Group: 16,3%
Permata Group dan eksportir lainnya: 18%
Tarif baru tersebut akan berlaku efektif mulai hari Rabu (14/8/2019) dan akan berlangsung selama empat bulan ke depan. Namun Komisi Eropa juga membuka peluang untuk memperpanjang kebijakan tersebut hingga lima tahun.
Sumber: Detik.com