JAKARTA – Sejumlah kalangan optimistis defisit perdagangan minyak dan gas bumi (migas) bakal berakhir seiring diterbitkannya kebijakan untuk mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM) serta penggunaan biodiesel 20 persen atau B20.
Direktur Jenderal energi baru terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rida Mulyana menyampaikan kebijakan B20 itu salah satu tujuannya untuk mengurangi defisit perdagangan migas. “B20 berkontribusi untuk kurangi defisit perdagang migas. Targetnya hingga akhir tahun tercapai,” ungkapnya di Jakarta, Selasa (18/9).
Rida menyampaikan pemerintah akan terus memantau perkembangan dari kebijakan tersebut. Rapat-rapat koordinasi akan terus dilakukan sekaligus mengevaluasi pelaksanaan di lapangan. Diharapkan implementasi di lapangan sesuai dengan harapan dan target pemerintah sendiri.
Pengamat Energi dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Fahmi Radi menambahkan dengan proporsi cukup besar dalam perdagangan, penaikan dan penurunan ekspor dan impor migas sudah pasti akan berpengaruh terhadap neraca ekspor dan impor.
Menurut Fahmi, ekspor migas dalam beberapa tahun ini stagnan dan cenderung turun lantaran eksplorasi umumnya dari sumur-sumur tua, sedangkan sumur baru belum menghasilkan. Sedangkan impor migas, terutama BBM cenderung meningkat, sehingga neraca perdagangan migas defisit.
Fahmi menambahkan segala upaya sudah dilakukan Kementerian ESDM untuk meningkatkan ekspor dan menurunkan impor melalui berbagai kebijakan, seperti mewajibkan B20, pembelian seluruh hasil migas jatah kontraktor, meningkatkan penggunaan perahan dan komponen dalam negeri dalam eksplorasi Migas, dan beberapa ke-bijakan lainnya sudah tepat. “Namun kebijakan itu ada time lag, sekitar 6-12 bulan. Kalau kebijakan itu berjalan dengan baik, baru akan memberikan kontribusi menekan defisit neraca perdagangan,” ungkap Fahmi.
Keuangan Surplus
Sementara itu, Menteri ESDM Ignatius Jonan menyatakan, meskipun neraca perdangangan migas defisit, namun neraca keuangan negara sektor ESDM utamanya migas, justru meningkat surplusnya. Penerimaan sektor ESDM meningkat jauh lebih besar dibanding subsidi energi.
Kementerian ESDM memproyeksikan neraca keuangan negara sektor ESDM mengalami surplus sebesar 91,4 triliun rupiah. Proyeksi surplus tersebut didapat dari selisih penerimaan sektor ESDM dibandingkan subsidi energi, dan jauh lebih besar dibandingkan yang terdapat dalam APBN 2018.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengungkapkan faktor di balik kondisi neraca perdagangan migas karena penurunan ekspor migas. “Ekspor turun iya, karena ada blok yang tadinya milik asing sekarang punya Pertamina. Kedua, penurunan produksi 30 ribu barel per day. Harusnya impor turun, tapi naiknya impor tersebut karena karena ada kegiatan ekonomi yang naik,” pungkas Arcandra.
Sumber: Koran Jakarta