JAKARTA – Pengembangan perkebunan kelapa sawit selama dekade terakhir mulai nampak ada pergeseran, kendati secara agronomi tetap tidak ada perubahan hanya ada tambahan dari sisi sektor lingkungan. Artinya pengembangan perkebunan kelapa sawit tidak hanya tertuju pada aspek agronomi tetapi juga memerhatikan aspek diluar itu (lingkungan dan sosial).

Penambahan ini kerap dipertanyakan lantaran lingkungan dan budidaya adalah aspek yang berbeda, tetapi kini aspek budidaya dan lingkungan termasuk sosial perlu diikutsertakan untuk memastikan kebun sawit dikelola secara sustainable (berkelanjutan).

Permasalahannya di Indonesia masalah produktivitas masih menjadi kendala besar, utamanya bagi petani. Sehingga dorongan penerapan praktik sawit berkelanjutan dianggap masih menjadi beban. Namun bagi beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit justru telah mulai menerapkan dengan baik.

Lantas bagaimana sejatinya pengelolaan perkebunan kelapa sawit untuk memperoleh hasil yang tinggi dengan tetap menerapkan praktik berkelanjutan? Buku berjudul “Budidaya Kelapa Sawit – Hasil Selangit Secara Berkelanjutan” bisa menjadi panduan bagi pelaku perkebunan kelapa sawit yang hendak mendapatkan hasil yang maksimal tetapi juga kebun sawitnya dianggap layak lingkungan dan sosial.

Buku ini merupakan seri pertama, yang ditulis oleh para pakar dibidangnya, baik itu untuk aspek agronominya atau inovasi dalam menerapkan produksi kelapa sawit secara berkelanjutan.

Menarik untuk dibaca tatkala Direktur Roundtable on Sustainable Palm Oil, Tiur Rumondang, mengaitkan berkelanjutan dalam konteks produksi, dimana artinya  menghasilkan suatu produk dengan kualitas yang sama atau lebih baik, dalam jangka waktu tidak terbatas. Kata kunci lain dari Sustainability adalah inovasi.

Tak kalah menarik pembahasan yang ditulis Dr Memet Hakim, terkait Prinsip Peningkatan Produktivitas, dimana tanaman kelapa sawit yang berasal dari bibit hibrida mempunyai potensi produkstivitas sampai 45 ton/ha/tahun, dengan tingkat rendemen sampai 28 persen, walau rerata realisasinya masih di antara 15-20 ton/ha/ tahun. Potensi minyak sawit dan intinya sekitar 12 ton, akan tetapi realisasinya hanya 3.5-4 ton saja, sehingga gap-nya besar sekali.

Gap atau perbedaan antara realisasi dan potensi yang sangat jauh perlu diatasi. Metode peningkatan produktivitas kelapa sawit telah tersedia, disebut Production Force Management, yang memungkinkan produktivitas dapat meningkat dengan cepat antara 30-100 persen dalam tempo 3 tahun.

Selain kedua penulis masih banyak pembahasan secara praktis merupakan hasil dari pengalaman yang telah dilakukan di lapangan. Sehingga para pelaku perkebunan dan petani bisa langsung diterapkan di kebun kelapa sawitnya. Jadi tunggu apa lagi silahkan baca bukunya!

Sumber: Infosawit.com