Kementerian BUMN (Badan Usaha Milik Negara) membentuk Sub-Holding PalmCo di bawah Holding PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III. Langkah ini diambil sebagai upaya mengamankan pasokan dan menjaga stabilitas harga minyak goreng (migor) di dalam negeri.
PalmCo didirikan untuk menjadi produsen atau penghasil migor. Sub Holding ini ditargetkan menguasai pasar migor nasional pada tahun 2026.
Hal itu disampaikan Staf Khusus Menteri BUMN” Arya Mahendra Sinulingga. Menurutnya, peran BUMN selama ini kurang besar, karena tidak banyak mengelola migor. Kondisi ini membuat BUMN tidak dapat mengontrol harga migor dalam ani positif, bukan mengendalikan harga secara monopoli.
Ia berharap, ke depan, migor bisa dikelola oleh BUMN. Sekaligus memperbesar peranan perusahaan pelat merah di industri migor.
“Setelah terbentuk (PalmCo), dia akan go public (JPO-Innitial Public Offering) dan akan bikin pabrik minyak goreng,” ujar Arya di Jakarta, Senin (29 8).
Menurutnya, usai melakukan IPO, PalmCo akan melakukan ekspansi dan mengembangkan bisnis di industri Kelapa Sawit yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Misalnya, membangun pabrik, pembenahan, konsolidasi dan lain-lain.
\'”Nanti pabrik-pabrik dikonsolidasikan. Selama ini kan nggak, PTPN I punya pabrik sendiri, PTPN II juga punya sendiri, ini yang akan dikonsolidasi.” katanya.
Dengan menguasai pasar migor dalam negeri, kata Arya, maka Pemerintah bisa mengendalikan fluktuasi harga migor di tengah masyarakat, melalui BUMN. Dengan begitu, tak terjadi lagi kelangkaan stok dan berujung pada harga yang melambung tinggi.
“Kami ingin 2026 minyak goreng sudah dipasok BUMN. Sehingga BUMN juga menjadi penentu harga/\’ tegasnya.
Menanggapi ini, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga menyambut positif rencana tersebut. Menurut dia, masuknya BUMN sebagai salah satu pemain migor dapat membantu program Pemerintah di sektor pangan. Apalagi, bila terjalin sinergitas antara PTPN dan Holding BUMN Pangan ID Food, maka semakin mudah bagi BUMN untuk mencapai target yang ditetapkan Pemerintah.
Ia menyebutkan, untuk memproduksi 1.8 juta ton migor setidaknya dibutuhkan pasokan CPO {Crude Palm Oil) sebanyak 2,5 juta ton. Untuk itu, BUMN perlu menambah luasan lahan perkebunan sawit, dari yang ada saat ini sekitar 780 ribu hektar (ha) menjadi 1.2 juta ha dalam tiga tahun ke depan.
“Bila BUMN ini saling bekerja sama, target itu akan mudah dicapai. Jadi, kebutuhan minyak goreng nasional, baik itu curah, kemasan premium, Minyakita (kemasan sederhana) dan untuk kebutuhan industri akan bisa dipenuhi,” ujar Sahat kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Ia berharap, dengan dikuasainya pemenuhan kebutuhan migor oleh BUMN, dapat mempermudah pengaturan tata niaga minyak goreng di dalam negeri.
Sebelumnya. Direktur Utama PTPN III Mohammad Abdul Ghani menjelaskan, pihaknya membidik pendirian tiga subhol-ding. Yaitu PalmCo yang fokus di sektor perkebunan sawit, SugarCo di sektor industri gula dan sisanya menjadi SupportingCo.
Ia meyakini tiga subholding ini dapat mengoptimalisasi aset perseroan dalam mendukung program ketahanan pangan nasional.
\’Proses ini sedang berlangsung. Untuk pembentukan sub-holding PalmCo paling lambat Oktober tahun ini selesai. Tinggal tunggu PP (Peraturan Pemerintah) saja, sudah disusun antar kementerian atau lembaga,” tutur Ghani di Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (22. 8).
Setelah mengkonsolidasikan seluruh aset berupa kebun Kelapa Sawit untuk dikelola PalmCo, kata dia, IPO bakal dilakukan di kuartal II atau IE tahun 2023 dengan perolehan dana diproyeksikan antara Rp 5 triliun-Rp 10 triliun.
Dengan keberadaan Sub-holding PalmCo, PTPN akan mengintegrasikan industri hulu ke hilir Kelapa Sawit yang dimiliki perseroan.
Selain itu, PalmCo tak hanya membawahi perusahaan yang konsentrasi di sektor perkebunan kelapa sawit, tetapi juga karet dan sebagian teh.
Proses integrasi ini, sambung dia, akan menjadikan perusahaan sebagai perkebunan Kelapa Sawit terbesar di dunia. Dengan memproduksi sebanyak 1.8 juta ton olein per tahun dan 433.000 ton biodiesel per tahun.
Bahkan, jumlah ini sudah masuk Proyek Strategis Nasional (PSN), dengan target luas areal sebesar 706000 ha pada 2026.
Karena itu, langkah yang dilakukan untuk merealisasikannya, yaitu dengan cara mengkonversi 200 ribu ha lahan karet menjadi kelapa sawit. Selanjutnya, lahan tersebut dikonsolidasikan ke PalmCo.
Saat ini PTPN III memiliki lahan sawit seluas 500 ribu ha. Dengan luasan lahan tersebut, diharapkan bisa memenuhi kurang lebih 30 persen dari konsumsi minyak goreng dalam negeri.
“Kebutuhan (migor) 5,7 juta ton. Kalau kami bisa capai 1.8 juta ton saja, artinya bisa memenuhi sepertiga kebutuhan nasional,” tutupnya.
Sumber: Rakyat Merdeka