Bisnis, JAKARTA – Pemerintah dinilai perlu mencari cara lain dan menyiapkan dukungan infrastruktur agar penghiliran minyak mentah Kelapa Sawit {crude palm oil/CPO) berjalan mulus, karena adanya peningkatan biaya ekspor CPO pada akhir 2020.

Seperti diketahui, Peraturan Menteri Perdagangan (Permen-dag) No. 87/2020 tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor atas Produk Pertanian dan Kehutanan yang Dikenakan Bea

Keluar membuat bea keluar CPO per November 2020 naik US$13,5 menjadi US$782,03 per metrik ton.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menilai beleid tersebut merupakan hal yang dilematis. Pasalnya, pelaku industri mendorong penghiliran di dalam negeri, tetapi pabrikan CPO telah memiliki perjanjian dagang dengan pelaku industri di negara tujuan ekspor.

“Kalau kami ibaratnya mau menggenjot semua [hilirisasi] di dalam negeri, nanti dunia marah karena dunia sudah melakukan investasi untuk membeli produk-produk [lokal],” kata Sekretaris Jenderal Gapki Kanya Lakshmi Sidarta kepada Bisnis akhir pekan lalu.

Berdasarkan catatan Gapki, volume ekspor CPO pada Januari-Agustus 2020 merosot 11% secara tahunan menjadi 21,3 juta ton.

Penurunan tersebut didorong oleh lesunya permintaan produk olahan CPO mencapai 16,1% menjadi 12,8 juta ton.

Kanya menyatakan secara singkat pihaknya mendorong usaha hilirisasi industri CPO. Namun demikian, lanjutnya, Gapki meminta agar pemerintah mengkaji nilai bea keluar ekspor CPO dan olahan CPO agar nilai bea keluar yang ditetapkan lebih sesuai.

Selain itu, Kanya menyarankan agar pemerintah mengkaji ulang pengelolaan dana pungutan ekspor CPO. Seperti diketahui, dana pungutan ekspor

CPO sebagian besar digunakan untuk menyubsidi selisih antara solar dan biosolar dalam mendukung industri fatty acid methyl ether (FAME) nasional.

Di sisi lain, Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mendorong upaya hilirisasi CPO dengan peningkatan bea keluar. Pasalnya, asosiasi menilai penghiliran akan memperkuat posisi Indonesia sebagai produsen CPO di pasar global.

“Saya yakin India akan menaikkan levy untuk produk hilir CPO Indonesia. Alhasil, Indonesia lebih bisa memasarkan produk jadi [CPO] di pasar ekspor. Yang akan terjadi, India akan menurunkan levy CPO dan industri hilir [CPO] Malaysia akan terblokir,” ujar Ketua Umum Gimni Sahat Sinaga kepada Bisnis.

Sahat menilai arah kebijakan pemerintah terkait hilirisasi industri CPO di dalam negeri akan meningkatkan investasi pada industri oleopangan nasional.

 

Sumber: Bisnis Indonesia