Produk panganan berbasis sawit mulai menjamur di berbagai daerah. Mulai dari mie instan, dodol, dan gula merah. Terkendala masalah permodalan dan teknologi.

“Ide pembuatan mie instan ini karena adanya tren makanan kesehatan. Produk kami tidak menggunakan pewarna dan MSG sehingga higienis serta aman,” ujar Suhendrik, Pengelola UMKM Mie Nyaman.

Pria asal Jember ini memulai usaha mie semenjak empat tahun lalu. Berbeda dengan mie sehat pada umumnya, Mie Nyaman mengandung minyak sawit merah.  Yang harus diketahui masyarakat bahwa minyak sawit merah memiliki nilai tambah baik bagi kesehatan dan kaya gizi. Sebagai informasi bahwa minyak sawit merah mempunyai kandungan vitamin A yang sangat tinggi. Adapula antioksidan membantu pencegahan penyakit kanker, peningkatan daya tahan tubuh, dan mengurangi penuaan dini.

Dijelaskan Suhendrik, mie Nyaman tanpa menggunakan telur, pengenyal, pewarna dan penguat rasa MSG dan diproduksi secara higienis dengan di keringkan menggunakan oven sehingga aman dikonsumsi dan baik bagi kesehatan. “Peminat Mie Nyaman dapat memilih berbagai variasi rasa seperti bayam, daun katu, buah naga , wortel,dan daun katu,” tambahnya.

Bahan baku mie antara lain tepung terigu yang nanti akan menggunakan tepung singkong, sayur dan buah,  minyak sawit merah, dan jamur. “Proses pembuatan Mie bekerjasama dengan pihak ketiga di wilayah Jember,” jelas Suhendrik yang juga pengurus DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO).

Menurut Suhendrik, dampak dari Covid-19 kepada operasional perusahaan. Sebagai contoh, tenaga kerja awalnya berjumlah 11 orang berkurang menjadi 3 orang.  Setiap bulan, omset sebelum Covid-19 mencapai Rp 15 juta. Saat ini, pemasaran produk Mie Nyaman dilakukan secara online dan offline seperti mini market dan toko makanan.

“Kendala yang kami hadapi antara keterbatasan permodalan ( biaya promosi, pembelian alat produksi dan bahan baku ). Lalu, perijinan yang membutuhkan waktu yang lama biaya besar,” jelasnya.

Sementara itu, Sofyan Daulay, Pengelola UMKM gula merah sawit, menjelaskan bahwa penggunaan  batang kelapa sawit sangatlah sesuai ketika memasuki kegiatan peremajaan seperti sekarang ini. Caranya, perajin membersihkan bagian ujung pucuknya yang bentuknya seperti rebung bambu. Di bagian tersebut terdapat  kandungan air cukup banyak. “Nantinya pucuk batang dapat dideres pagi dan sore. Setelah itu, air nira direbus selama 4 jam untuk menghilangkan kadar air,” jelasnya.

Menurut Sofyan proses pembuatan gula sawit secara tradisional seluas 1 hektar memakan waktu 1 bulan 10 hari dan menghasilkan gula merah sawit per hari lebih kurang 30kg/hektar per 100 pokok sawit. Namun dikurangi rendemennya, ketika diolah bisa menghasilkan antara satu hingga dua kilogram (kg) gula merah.

 

Sumber: Sawitindonesia.com