Bisnis cangkang sawit bersifat multiplier effect karena melibatkan berbagai bisnis lainnya seperti bisnis angkutan cangkang sawit dari pabrik ke pelabuhan
Usulan tersebut disampaikan pada diskusi bertema “Mewujudkan Kemandirian Energi Ramah Lingkungan Berbasis Sawit”, pada awal Mei 2018 di Jakarta. Hadir dalam seminar ini yaitu Edi Wibowo (Direktur BPDP-KS), Lila Harsah Bachtiar (Kementerian Perindustrian).
Pada kesempatan itu, Pria kelahiran 18 Mei 1971 juga menyampaikan pandangan bahwa peluang penjualan cangkang ke pasar global menjadi tidak kompetitif karena beban pajak ekspor dan pungutan sawit.
“Peluang Indonesia menjadi sulit karena pajak ekspor yang mencapai 7 dollar AS ditambah 10 dollar AS pungutan sawit per ton cangkang sawit. Akibatnya, menjadi tidak kompetitif dibandingkan Malaysia yang bebas pajak,”jelas Dikki.
Berdasarkan data APCASI, jumlah produksi cangkang sawit mencapai 8,3 juta ton tetapi baru 1,9 ton yang baru diekspor. Sementara itu, sisa pasokan banyak yang tidak termanfaatkan karena beban pajak ekspor.
Selain itu, sejak Juni 2015 dari 35 eksportir cangkang sawit hanya lima saja yang masih bertahan dan banyak bisnis ikutannya yang berhenti seperti transportasi, pekerja penyortir. “Akibat lainnya adalah ketika banyak cangkang sawit yang menumpuk karena tidak diekspor akhirnya hukum pasar berlaku dan harga cangkang sawit jadi turun,” katanya.
Dikki mengusulkan bea ekspor yang wajar untuk cangkang sawit itu berkisar US$ 3 per ton untuk bea ekspor dan US$ 3 per ton untuk bea pungutan sawit sehingga eksportir masih mempunyai marjin untuk menjalankan usahanya.
Saat ini harga cangkang sawit dunia berkisar antara US$ 77-US$79 dollar per ton, namun pengusaha juga dikenai pajak PPN untuk pembelian cangkang sawit.
Dikki menjelaskan bisnis cangkang sawit bersifat multiplier effect karena melibatkan berbagai bisnis lainnya seperti bisnis angkutan cangkang sawit dari pabrik ke pelabuhan yang mencapai Rp150 miliar per tahun dan tenaga kerja yang terlibat 385 supir, tenaga pemilah, dan tenaga bongkar muat.
Di pasar luar negeri, Jepang membutuhkan cangkang sawit sebagai sumber bahan baku 2 pembangkit listrik tenaga biomassa. Adapun di masa depan negara itu juga menambah lagi tujuh pembangkit dari biomassa.
Kini, cangkang sawit sangat diminati negar-negara maju untuk sektor industri sebagai pengganti bahan bakar dari batubara yang cadangannya kian menipis. Sebagai gantinya cangkang sawit menjadi pilihan alternatif.
Sumber: Sawitindonesia.com