JAKARTA-Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) memberikan penghargaan kepada tiga tokoh yang cukup berpengaruh dalam memajukan industri sawit nasional, terutama dalam hal pengembangan bahan bakar nabati (BEN/biofitel) jenis biodiesel. Ketiga tokoh itu adalah Subagjo atas kerja kerasnya menghasilkan katalis, Tatang Hernas Soerawidjaja atas perannya dalam mengembangkan biodiesel, dan Sahat Sinaga untuk sepak terjangnya dalam mengembangkan industri hilir sawit.

Ketua Umum DMSI Derom Bangun mengatakan, pemberian penghargaan ini merupakan kegiatan perdana DMSI kepada para tokoh yang berkontribusi terhadap kemajuan industri kelapa sawit sawit nasional. DMSI membawahi asoasi sawit dari hulu hingga hilir sehingga tokoh yang beprestasi harus diberikan penghargaan.

“Subagjo diberikan penghargaan atas kerja kerasnya menghasilkan katalis, Tatang Hernas diberikan penghargaan atas perannya dalam pengembangan biodiesel, dan Sahat Sinaga diberikan penghargaan atas kerja kerasnya dalam pengembangan industri hilir sawit,” kata Derom saat pemberian penghargaan DMSI kepada tiga tokoh sawit yang digelar secara daring di Jakarta, Rabu (26/8).

Ketua Panitia Penghargaan DMSI Tien Muchtadi mengatakan, Indonesia merupakan negara yang sangat kaya dengan sumber nabati dengan komoditas paling dikenal adalah sawit. Sawit diolah dan dikembangkan menjadi minyak sawit yang berpotensi cukup besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia dan bisa dikembangkan sebagai bioenergi/bahan bakar minyak cair. “Pengembangan BBN sebenarnya sudah lama dilakukan oleh Prodi Teknik Kimia ITB sejak 1982, BBN memanfaatkan kelapa sawit sebagai bahan baku utamanya dan katalis sebagai jantung bagi industri kimia,” jelas dia.

Katalis dibuat dari senyawa zat mineral yang dicetak dalam beragam bentuk dan warna berupa butiran yang sangat keras menyerupai pelet atau bulatan seperti mutiara. Fungsi katalis adalah untuk mempercepat reaksi bahan baku olahan di industri hingga mencapai keseimbangan menjadi senyawa yang stabil, dengan katalis, reaksi bahan proses dapat lebih efisien dari segi waktu, bahan baku, energi serta ramah lingkungan. Penggunaan katalis pertama kali oleh Jhon Roebuck di Inggris pada 1746 dalam proses pembuatan asam sulfat, katalis terus dikembangkan hingga dapat mempercepat reaksi sampai triliunan kali lipat.

Kebutuhan katalis dunia mencapai US$ 21 miliar dengan nilai ekonomi yang dihasilkan oleh produk olahannya mencapai US$ 11 triliun. Penggunaan katalis di Indonesia baru sekitar Rp 7 triliun, tetapi untuk memenuhi kebutuhannya hampir 100% industri mengandalkan impor. Upaya untuk mengurangi ketergantungan katalis impor itulah yang dilakukan Subagjo, pakar katalis dari Fakultas Teknik Kimia ITB sejak 1983. Pada 2004, Subagjo bersama rekannya menemukan formula katalis yang dinamakan PK100 HS untuk hidroriting dan nafta dan dinamakan katalis merah putih pertama dan kehadirannya memegang peranan penting bagi kemandirian energi di Tanah Air.

Dengan terciptanya katalis merah putih tersebut, Indonesia tidak perlu mengimpor minyak bumi setiap tahun karena industri katalis mendorong kemandirian energi. “Dari hasil riset selain mempunyai harga yang lebih ekonomis dan hemat energi, minyak dari kelapa sawit juga menghasilkan gasolin yang lebih baik daripada fosil,” ujar Tien. Masyrarakat Hidrokarbon yang diketuai Sahat Sinaga juga mengembangkan apa yang telah dihasilkan oleh ITB yaitu katalis merah putih. Katalis merah putih mendapatkan penghargaan dari Presiden Joko Widodo pada Rapat Koordinasi Terbatas 2020 yang diadakan Kementerian Riset dan Teknologi.

 

Sumber: Investor Daily Indonesia