Setelah lama tak terdengar, tiba-tiba Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali memasukkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkelapasawitan dalam program legislasi nasional (Prolegnas) tahun 2018. Padahal RUU Perkelapasawitan ini sebelumnya ditolak pemerintah karena dinilai kontra produktif dengan Undang-Undang Perkebunan yang sudah ada selama ini.
Atas masuknya RUU Perkelapasawitan dalam Prolegnas 2018, anggota Komisi IV DPR Hamdhani mengatakan, DPR menilai RUU Perkelapasawitan mendesak untuk dibahas. Alasannya, sawit merupakan komoditas strategis nasional yang perlu dilindungi. “Harus ada payung hukum khusus. Hak-hak petani mestinya dilindungi, karena di perkebunan sawit ini, tidak hanya dimiliki pengusaha, tapi juga petani plasma dan mandiri,” ujarnya, belum lama ini
Menurutnya saat ini perkebunan kelapasawittelah menjadi industri besar dan menyerap sekitar 30 juta tenaga kerja. Kelapasawitjuga membenkan kontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp 260 triliun di 2016.
RUU Perkelapasawitan yang merupakan inisiatif DPR ini juga dipandang penting untuk menghadapi Uni Eropa dan Amerika Serikat yang kerap menyerang minyak kelapasawitIndonesia. “Kalau mereka berjuang melindungi produknya seperti kedelai, bunga matahari, dan sebagainya; kita juga harus melindungi produksawitkita,” bebernya
Dalam pembahasan RUU ini, Hamdhani bilang, DPR berjanji untuk memperjuangkan adanya dana bagi hasil bagi daerah penghasil sawit. Saat ini ada 18 provinsi yang menghasilkan sawit, namun mereka tidak mendapatkan hasil dari perkebunan tersebut seperti yang diharapkan.
Perkokoh posisisawit
Direktur Eksekutif Dewan Minyak sawit Indonesia (DMSI) Iskandar Andi Nunung mengatakan, RUU perkelapasawitan dibutuhkan karena dapat membangun sawit Indonesia menjadi lebih baik.
“Intinya, regulasi itu merupakan energi bagi bangsa untuk membangun sawit menjadi lebih baik, di mana sawit ini berkelanjutan yang sesuai dengan tuntutan pasar dan menerapkan Good agricultural practice (GAP),” katanya kepada KONTAN, Rabu (27/12).
Menurut Iskandar, RUU Perkelapasawitan ini merupakan pengembangan UU Perkebunan yang telah ada. Dia bilang, aturan UU Perkebunan sudah cukup baik, namun dalam pelaksanaannya masih belum memuaskan.
Wakil Sekjen Asosiasi Petani Kelapa sawit Indonesia (Apkasindo) Rino Afrino menyatakan mendukung niat DPR kembali membahas RUU Perkelapasawitan pada tahun depan. Dia berharap adanya RUU tersebut, maka posisi sawit sebagai komoditas strategis nasional akan semakin kokoh. “Apalagi sawit ini menyangkut kesejahteraan banyak orang,” bebernya.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pemerintah menilai pembahasan RUU sawit belum mendesak. Sebab sektor tersebut telah memiliki landasan hukum yang berlaku dan masih relevan yaitu UU 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. “Jadi RUU sawitini belum dibutuhkan,” ujarnya.
Sumber: Harian Kontan