Ekspor produk minyak kelapa sawit olahan asal Indonesia berpotensi terus menguat setelah India membatasi impor komoditas tersebut.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan kendati India membatasi impor crude palm oil (CPO) olahan, Indonesia bakal mendapatkan keuntungan dari kebijakan tersebut lantaran harga CPO olahan RI lebih murah dari produk Malaysia.
“Produk kita lebih murah harganya, sebab alat produksi kita lebih modern dibandingkan dengan Malaysia. Hal itu berdampak kepada produktivitas CPO olahan Indonesia yang lebih tinggi dari Malaysia,” katanya, akhir pekan lalu.
Dia mengatakan kapasitas produksi produsen CPO olahan Indonesia rata-rata mencapai 1.500 ton-3.000 ton per hari. Sementara itu, rata-rata kapasitas produsen Malaysia hanya 600 ton-700 ton per hari.
Dengan dibatasinya impor CPO olahan oleh India, konsumen di negara tersebut diyakini bakal memilih mengimpor dari Indonesia ketimbang Malaysia.
Sepanjang tahun lalu, rata-rata pengiriman minyak kelapa sawit olahan dari Indonesia ke India mencapai 220.000 ton-240.000 ton per bulan. Melalui adanya kebijakan dari Kementerian Perdagangan dan Industri India tersebut, ekspor minyak kelapa sawit olahan dari Indonesia ke Negeri Bollywood bisa naik menjadi 300.000 ton-340.000 ton per bulan.
Bagaimanapun, kata Sahat, Indonesia masih belum bisa menguasai sepenuhnya pasar CPO olahan di India. Pasalnya, biaya pengapalan barang dari Indonesia dalam bentuk bulk carrier lebih mahal 30% dari Malaysia. Untuk pengiriman dalam bentuk kontainer dari Indonesia, lebih mahal 75% dibandingkan dengan dari Malaysia.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kanya Lakhsmi mengatakan selama ini Indonesia merupakan eksportir CPO terbesar ke India. Hal itu terjadi lantaran pada tahun lalu, India menetapkan tarif bea masuk produk CPO olahan dari Indonesia sebesar 50% atau lebih tinggi dari Malaysia dengan 45%. Sementara itu, untuk produk CPO, India menyamakan bea masuknya antara dua negara tersebut yakni 40%.
Namun, kebijakan tarif tersebut diubah oleh India pada September 2019. Kala itu, India menyamakan bea masuk produk olahan CPO asal RI dan Malaysia menjadi 50%.
“Sebelum disetarakan bea masuknya untuk produk olahan CPO antara kita dengan Malaysia, ekspor produk mentah kita ke India lebih besar daripada produk olahan. Kini setelah ada penyamaan bea masuk produk olahan antara kita dan Malaysia, ditambah adanya pembatasan impor produk tersebut oleh India, maka peluang peningkatan volume ekspor secara total bisa terjadi,” jelasnya.
Dikutip dari Reuters, Pemerintah India mulai mengubah kebijakan impor produk olahan minyak kelapa sawit dari bebas menjadi terbatas dengan kuota sejak pekan lalu, tepatnya Rabu (8/1).
Sumber: Bisnis Indonesia