Ekspor minyak sawit nasional diperkirakan mencapai 3,01 juta ton pada Maret 2019, atau melonjak 4,51 % dari bulan sebelumnya yang sebesar 2,88 juta ton. Ekspor minyak sawit pada Maret terdiri atas 886 ribu ton minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan 2,13 juta ton lainnya berupa produk olahan. Permintaan yang meningkat, khususnya produk biodiesel, dari sejumlah negara tujuan ekspor menjadi penyebab utama membaiknya kinerja ekspor tersebut.

Tim Peneliti Pusat Penelitian Kelapa sawit (PPKS) memprediksikan, ekspor minyak sawit nasional pada Maret 2019 mencapai 3,01 juta ton, yakni berupa CPO 886 ribu ton dan produk olahan 2,13 juta ton. Angka itu meningkat dari ekspor minyak sawit Indonesia pada Februari 2019. Tim Peneliti PPKS juga memprediksikan, konsumsi minyak sawit domestik pada Maret 2019 mencapai 1,44 juta ton dengan produksi ditaksir 3,94 juta ton dan stok awal tercatat mencapai 2,50 juta ton. Pada Maret 2019, stok minyak sawit bakal ditutup pada angka 1,99 juta ton.

Peneliti senior dari PPKS Hasril Hasan Siregar mengatakan, produksi minyak sawir pada Maret 2019 akan sedikit meningkat, namun karena permintaan, terutama biodiesel, tetap kuat, stok pun semakin menipis. Kondisi tersebut hampir sama dengan Malaysia, stok minyak sawit di negara tersebut juga menipis. Di Malaysia, ekspor CPO meningkat, seiring kekurangan bahan baku CPO di Malaysia maka dampaknya adalah impor CPO dari Indonesia naik. “Ekspor Indonesia pada Maret meningkat, kondisi ini berimbas pada stok yang menipis, diharapkan hal ini berdampak positif pada pergerakan harga minyak sawit,” kata Hasril Hasan Siregar di Jakarta, kemarin.

Sedangkan Ketua Umum Dewan Minyak sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun memperkirakan, ekspor CPO nasional pada Maret 2019 hanya akan mencapai 2,80 juta ton dengan produksi domestik menembus 3,95 juta ton. “Estimasi kami untuk Maret 2019, produksi sebesar 3,95 juta ton, ekspor CPO sebanyak 2,80 juta ton dan konsumsi domestik 1,30 juta ton. Dengan demikian, stok minyak sawit nasional tinggal 2,65 juta ton,” kata Derom.

Sebelumnya, Gabungan Pengusaha Kelapa sawit Indonesia (Gapki) mencatat, pada Februari 2019, pasar menyerap hingga 4,39 juta ton minyak sawit Indonesia dengan rincian 1,52 juta ton oleh pasar domestik dan 2,88 juta ton diserap pasar ekspor. Masih mengacu data Gapki, pada Januari 2019, pasar menyerap minyak sawit sebanyak 4,62 juta ton, yakni 1,37 juta ton untuk domestik dan 3,25 juta ton untuk ekspor. Untuk pasar domestik, serapan terbagi atas segmen pangan 786 ribu ton yang naik dari Januari 2019 yang sebesar 733 ribu ton. Selain itu, segmen industri, yakni oleokimia 83 ribu ton yang naik dari Januari 2019 yang sebanyak 81 ribu ton, serta biodiesel 648 ribu ton yang terpantau naik dari Januari 2019 yang sebanyak 552 ribu ton.

Indonesia memiliki pasokan minyak sawit hingga 6,90 juta ton pada Februari 2019. Sebanyak 3,02 juta ton di antaranya merupakan stok awal dari Januari 2019. Sementara itu, produksi Februari 2019 tercatat sebanyak 3,88 juta ton atau lebih rendah dari Januari 2019 yang tercatat 4,38 juta ton. Dari angka itu, tercatat produksi CPO sebanyak 3,53 juta ton dan crude palm kernel oil (CPKO) sebanyak 351 ribu ton. Sementara itu, pada Januari 2019, produksi CPO tercatat mencapai 3,98 juta ton dan CPKO sebanyak 390 ribu ton, serta ditambah impor 9.000 ton.

Benahi Data Produksi

Sementara itu, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa sawit (BP-DPKS) Kementerian Keuangan berupaya membenahi data produksi dan luas kebun sawit nasional dengan menggandeng Badan Pusat Statistik (BPS). “Data sedang diperbaiki. Kita bekerja sama dengan BPS agar ada satu data terpadu. Memang faktanya kami tidak punya data, padahal data tersebut penting,” kata Direktur Utama BPDPKS Dono Boestami seperti dilansir Antara, kemarin.

Dono mengungkapkan, integrasi dan pembenahan data perlu dilakukan mengingat sejumlah lembaga kerap kali mengeluarkan data luas kebun sawit dan produksi CPO yang berbeda-beda. Apabila mengutip pada data Kementerian Pertanian, luas lahan perkebunan sawit sebesar 14,03 juta hektare (ha), sedangkan BPS mencatat 12-13 juta ha. Bahkan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun turut mengeluarkan data sebesar 20 juta ha luas perkebunan sawit Indonesia.

Sementara itu, data produksi minyak sawit pada 2018 tercatat 37,80 juta ton dan di sisi lain Gapki menyebutkan produksi mencapai 42 juta ton. Menurut Dono Boestami, rumitnya data industri sawit nasional menyerupai data beras. Namun bedanya, data luas dan produksi sawit yang dirilis lebih sedikit daripada kenyataan di lapangan. “Apalagi sejak moratorium oleh pemerintah, jangan-jangan luas lahannya understated atau dikurang-kurangi. Kita tanya pengusaha, BUMN, yakin tidak yang di hak guna usaha (HGU) sama dengan yang di lahan,” katanya.

Perbedaan data ini, tambah Dono, membuat BPDPKS kesulitan dalam menentukan harga minyak kelapa sawit (CPO). Bahkan ketika harga tandan buah segar (TBS) dinyatakan turun, setelah dicek di pabrik ternyata tidak menurun signifikan. “Memang ada distorsi harga Rp 300-400 per kilogram (kg). Tidak salah karena ada mata rantai, tapi mari kita benahi datanya,” kata Dono.

Sumber; Investor Daily Indonesia