Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan siap menghadapi ancaman perang dagang. Pihaknya siap membalas bila Presiden AS Donald Trump menerapkan kebijakan perang dagang kepada Indonesia.

“Yang pasti kalau itu sudah menjadi keputusan politik sebagai bawahan kami akan taati. Masa kita diem aja. Kalau melakukan itu yah kita siap.” tegas Enggar.

Dia menuturkan, perang dagang yang diterapkan AS sama dengan soal rencana penghapusan bahan bakar biodiesel dari minyak sawit oleh parlemen Eropa pada tahun 2021. Hal itu dilakukan untuk mengganggu ekspor sawit Indonesia. Menurutnya, pemerintah juga membalas ancaman tersebut.

“Kita diganggu sawitnya, saya ganggu mulai wine-nya. Kemudian Dubes Prancis mau ketemu saya, saya akan jawab kita lagi mempertimbangkan mengganti dengan susu bubuk, toh izin impor di saya. Saya nggak kasih izin, akhirnya mereka tidak bisa apa-apa,” ujarnya.

Jika AS, lanjut Enggar, AS akan menaikkan bea masuk antidumping (BMAD) biodiesel. Nanti Kementerian Perdagangan (Kemendag) bisa menaikkan bea masuk kedelai AS. “Penerimaan AS dari ekspor kedelai ke Indonesia kan tinggi juga jadi sama-sama,” tegasnya.

Sementara itu. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto juga memastikan siap melakukan proteksi perdagangan untuk mengantisipasi potensi lonjakan impor akibat dampak dari kebijakan AS.

“Pemerintah tidak ragu untuk menerapkan bea masuk proteksi atau “safeguard” seperti yang dilakukan Amerika,” katanya.

Namun demikian. Airlangga menegaskan, proteksi tersebut hanya akan diberlakukan dalam kondisi darurat. Misalnya, industri di dalam negeri telah mulai merasakan dampaknya.

“Kami terus memantau aliran barang impor yang masuk ke Indonesia melalui kerja sama dengan Kementerian Perdagangan,” ujar Airlangga.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mendorong pihak-pihak terkait untuk meningkatkan kerja sama dengan negara mitra dagang untuk meminimalisir dampak perang dagang yang ditabuh Amerika Serikat (AS). Antara lain bisa dilakukan dengan menambah jenis barang perdagangan.

“Jangan hanya terpaku pada barang-barang yang sudah ada saja. Tujuannya, supaya ekspornya bisa Iebih dimudah-kan, ini akan jadi kunci agar tidak terpengaruh oleh dampak perang dagang,” kata Bambang di Jakarta, kemarin.

Selain diversifikasi komoditas, lanjut Bambang, Indonesia juga harus menambah koleksi negara mitra kerja sama untuk memperluar pasar.

Bambang menilai, dalam perdagangan internasional sebenarnya hal yang wajar bila ada negara menetapkan kebijakan pengenaan tarif terhadap impor barang AS. Karena mereka mendapatkan perlakuan yang sama ketika ekspor ke negeri Paman Sam.

“Kalau kita bisa menghadapinya dengan baik, kita tidak terlalu terpengaruh dengan trade war,” katanya.

 

Sumber: Rakyat Merdeka