PEMERINTAH mewajibkan realisasi penggunaan B20 (solar dengan campuran minyak sawit 20 persen sejak 1 September. Tetapi, hingga kini setidaknya ada empat institusi dengan konsumsi solar cukup tinggi belum bisa menggunakan B20. Mereka yaitu, PT Freeport Indonesia (PTFI), PLN, TNI dan Kepolisian.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto mengungkapkan, penggunaan solar pada TNI mencapai 627 ribu kilo liter (KL) pertahun. Sedangkan, institusi tersebut lainnya sedang dilakukan penghitungan.
Karena belum bisa (gunakan B20), PT Pertamina (Persero) mendapatkan relaksasi untuk tetap bisa menjual BO (Biodiesel 0 Persen). Karena bahari bakar itu masih dibutuhkan untuk memenuhi bahan bakar alutsista, kendaraan Freeport dan pembangkit PLN.
“Sekarang masih diuji coba. Jika uji coba temyata mesin-mesin (instansi tersebut) belum bisa menggunakan B20. kami akan mendorong penggunaan solar diganti dengan mengunakan jadi Pertadex (Pertamax Dex),” ungkap Djoko di Jakarta, kemarin.
Seperti diketahui, harga Pertamina Dex sendiri lebih mahal dari harga solar yakni Rp 10300 per liter. Sedangkan Harga solar bersubsidi saat ini dijual Rp 5.150 per liter.
Menurut Djoko, TNI tidak keberatan untuk menggunakan Pertamina Dex. Karena, mereka mengaku, selama ini TNI juga sudah tidak menggunakan solar bersubsidi untuk alutsista. Pertamina Dex sendiri memiliki kandungan sulfur kurang dari 300 ppm. Pertamina Dex ini juga sudah memenuhi standar Euro 3.
Selain soal keempat institusi tersebut, Djoko mengingatkan, badan usaha untuk mematuhi kebijakan B20. Ditegaskannya, pihaknya akan menjatuhkan sanksi jika tidak mematuhi aturan.
“Sanksi bisa pencabutan dan denda. Mau bayar denda atau nggak? Kalau nggak mau nanti kita tutup saja,” imbuhnya.
Sementara itu. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memastikan pihaknya akan mengumumkan dan menjatuhkan sanksi jika ada pihak yang diketahui tidak menjalankan kewajibannya mandatori B20.
2 sampai 3 hari lagi kan awal bulan, kami akan sampaikan detail terhadap siapa yang salah,” ujar Darmin Kamis (27/9).
Darmin menyebutkan, sanksi yang akan diterima badan usaha melanggar ketentuan berupa denda Rp 6.000 per liter. Namun, ditegaskannya, sanksi tersebut dijatuhkan setelah pemerintah mengevaluasi pelaksanaan sebulan terakhir.
Darmin mengklaim pelaksanaan B20 hampir mendekati sempurna artinya tidak ada yang terpaksa mengirim BO karena FAME atau CPO-nya tidak datang. Memang terkait adanya kendala teknis operasional di tengah pelaksanaan sedang di-review kembali oleh pemerintah, supaya titik pemenuhan B20-nya tidak memberatkan baik bagi pemasok maupun penerima.
Sumber: Rakyat Merdeka