Presiden Joko Widodo (Jokowi) memposisikan dirinya sebagai pembela sawit Indonesia di hadapan negara lain. Menciptakan pengaruh positif terhadap perdagangan ekspor sawit dalam tiga tahun terakhir.
Dari awal menjabat, Presiden Jokowi menempatkan posisinya sebagai advokat sawit di hadapan negara lain. Sebulan setelah dilantik menjadi Presiden RI, Jokowi mengusulkan minyak sawit masuk Development Goods termasuk empat komoditas lain karet, rotan, kertas, dan produk perikanan. Usulan ini disampaikan dalam pertemuan para Pemimpin Ekonomi APEC di Beijing, Tiongkok, pada pertengahan November 2014.
Dalam pandangan Presiden Jokowi, hampir 50% produksi minyak sawit berasal dari 4,7 juta petani di seluruh Indonesia. Fasilitasi perdagangan melalui APEC diharapkan membantu sawit untuk memaksimalkan pengentasan kemiskinan, peningkatan kesejahteraan petani, dan pembangunan pedesaan.
Hingga tahun ini, sikap Presiden Joko Widodo tetap sama terhadap sawit. Di saat, Parlemen Uni Eropa mengusulkan penghentian konsumsi biodiesel berbasis sawit dari Indonesia. Jokowi berani meminta sejumlah kepala negara wilayah Eropa supaya hambatan perdagangan dihentikan.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Uni Eropa menghentikan diskriminasi terhadap kelapa sawit. Kampanye hitam terhadap kelapa sawit dianggap merugikan, baik ekonomi maupun citra negara produsen sawit.
“Resolusi Parlemen Uni Eropa dan sejumlah negara Eropa mengenai kelapa sawit dan deforestasi serta berbagai kampanye hitam tidak saja merugikan kepentingan ekonomi, tapi juga merusak citra negara produsen sawit,” ujar Jokowi dalam siaran pers Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin, pada pertengahan 2017.
Jokowi mengatakan hal tersebut saat berbicara di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Peringatan 40 Tahun Kerja Sama Kemitraan ASEAN-Uni Eropa. Acara itu digelar pada Selasa, 14 November 2017, di Philippine International Convention Center (PICC), Manila, Filipina.
Menurut Jokowi, isu kelapa sawit sangat dekat dengan upaya memberantas kemiskinan, mempersempit kesenjangan pembangunan, serta membangun ekonomi yang inklusif. Apalagi saat ini terdapat 17 juta orang Indonesia yang hidupnya, baik langsung maupun tidak langsung, terkait dengan kelapa sawit, di mana 42 persen lahan perkebunan kelapa sawit dimiliki petani kecil.
Karena itu, Jokowi meminta diskriminasi terhadap kelapa sawit di Uni Eropa segera dihentikan. Sejumlah sikap dan kebijakan yang dianggap merugikan kepentingan ekonomi dan merusak citra negara produsen sawit juga harus dihilangkan.
Jokowi menyampaikan Indonesia memahami pentingnya isu sustainability. Karena itu, berbagai kebijakan terkait dengan sustainability telah diambil, termasuk pemberlakuan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Pernyataan Presiden Jokowi ini juga mendapat dukungan penuh Perdana Menteri Malaysia Najib Razak. Indonesia dan Malaysia adalah negara penghasil kelapa sawit dunia.
Prof. Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional di Universitas Indonesia tidak heran dengan keberanian Jokowi membela sawit. Menurutnya, keberanian Presiden Jokowi sangat tepat karena sawit merupakan komoditi andalan Indonesia.“ “Persyaratan yang diminta Uni Eropa ini kadang mengada-ada,” ujarnya.
Hikmahanto Juwana menjelaskan bahwa presiden dan perwakilan Indonesia harus tetap aktif mengkampanyekan sawit di negara pembeli. “Indonesia harus terus memastikan agar sawit asal Indonesia bisa diterima oleh pelaku usaha dan masyarakat global,” ujarnya.
Sumber: Sawitindonesia.com