Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) memproyeksikan produksi minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) Indonesia hingga akhir tahun 2017 mencapai 39 juta ton, tumbuh 20% dibanding tahun lalu 32,5 juta ton. Proyeksi itu dinilai realistis mengingat hingga Agustus 2017, total produksi CPO nasional sudah mencapai 23,6 juta, dan Crude Palm Kernel Oil (CPKO) mencapai 2,3 juta ton.

“Diperkirakan hingga akhir 2017 produksi CPO akan mencapai 39 juta ton, dan CPKO sebesar 3,8 juta ton. Angka ini meningkat dibandingkan tahun lalu dimana produksi CPO sebesar 32,5 juta ton dan produksi CPKO sebesar 3,1 juta ton,” kata Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga kepada pers.

Sementara untuk ekspor produk minyak sawit hingga Agustus sudah mencapai 21,1 ton dan diproyeksikan hingga akhir tahun ekspor produk minyak sawit akan mencapai 31,1 juta ton. “Angka ini meningkat dibandingkan ekspor produk minyak sawit pada 2016 yakni sebesar 26,6 juta ton,” papar Sahat.

Dari total ekspor tersebut, lanjut Sahat, produk hilir sawit berkontribusi sebesar 80% dan CPO sebesar 20%. “Ekspor poduk hilir ini masih bisa ditingkatkan apabila pungutan untuk beberapa produk hilir CPO diturunkan. Ini bertujuan supaya produk hilir sawit Indonesia dapat bersaing di pasar Internasional,” pungkasnya.

Kenaikan ekspor itu masih dibayangi sejumlah tantangan, terutama sikap protektif sejumlah pasar di Asia Timur, seperti India dan Pakistan. Kedua negara itu memproteksi pasarnya dari impor CPO asal Indonesia. Tidak heran kinerja ekspor CPO pada September 2017 sempat anjlok hingga minus 9,06%.

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan, menurunnya kinerja ekspor maupun impor pada September bukan karena faktor musiman. “Penurunan ekspor pada September banyak dipengaruhi anjloknya pertumbuhan ekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) yang minus 9,06%. Kinerja tersebut berbeda jauh dengan September tahun lalu yang naik 4,11%,” kata pengamat ekonomi Indef, Bhima Yudhistira kepada pers di Jakarta, Jumat (20/10).

Bhima mengatakan, ada permasalahan ekspor ke negara tujuan utama CPO, khususnya ke India dan Pakistan. “Karena dua negara itu bersikap protektif terhadap CPO asal Indonesia. Salah satunya terkait kenaikan bea masuk,” papar dia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan bulan September surplus US$1,76 miliar. Jumlah surplus tersebut naik tipis jika dibandingkan Agustus yang tercatat US$1,72 miliar.

 

Sumber: Duniaindustri.com