JAKARTA – Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) tengah melakukan evaluasi terhadap dugaan dumping yang dilakukan oleh produsen minyak nabati asal Uni Eropa terhadap pasar Indonesia.

Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif GIMNI, menjelaskan bahwa pihaknya tengah mengidentifikasi 11 produk minyak nabati asal Uni Eropa yang masuk ke Indonesia.

Beberapa di antaranya adalah soy oil, sunflower oil. rapeseed oil, canola oil, olive oil, com oil, cotton sheet oil. drought nut oil.sesame oil, dan linseed oil.

“Kami menduga harga jual mereka ke mari lebih murah dari negara aslinya, tentunya mengganggu industri di Indonesia. Selisihnya bisa 15%-18% rata-rata,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (25/5).

Pihaknya mengaku tengah melakukan evaluasi berdasarkan data impor yang ada dengan temuan di lapangan.

Sejauh ini, pihaknya mengetahui bahwa impor minyak nabati dari Uni Eropa (UE) terbatas pada beberapa produk, seperti com oil, sunflower oil, dan olive oil, sedangkan jenis minyak nabati yang lainnya tidak terdeteksi.

Padahal, paparnya, volume 11 produk minyak nabati asal UE tersebut di pasar cukup besar. Pada 2017, pihaknya memperkirakan volumenya mencapai 35.000 ton.

Jika dibandingkan dengan produksi minyak nabati dalam negeri, minyak nabati impor tersebut memang tidak terlalu banyak. Namun, apabila dibiarkan, aksi dumping ini berpotensi menggerus pertumbuhan permintaan minyak nabati dalam negeri.

Produksi minyak nabati nasional mencapai 8,15 juta ton pada 2017 dan diproyeksikan meningkat menjadi 8,42 juta ton pada tahun ini. “Industri domestik bam sedikit terganggu, seperti digelitik saja. Namun, kalau tidak ada itu (dumping) mungkin pertumbuhan bisa lebih,” ujarnya.

Menurutnya, permintaan terhadap minyak nabati terus tumbuh seiring dengan bertambahnya jumlah kelas menengah atas di Indonesia dan pertumbuhan ekonomi yang cukup stabil. Minyak nabati yang kerap dijadikan bahan masakan seperti dressing untuk salad pun kian digemari.

GIMNI akan menyelesaikan evaluasi dalam 3 pekan ke depan. Apabila bukti dan temuan investigasi telah lengkap didapatkan, pihaknya akan mengajukan laporan ke Komite Anti Dumping Indonesia (KADI).

Sahat membantah aksi ini merupakan balasan atas sikap Uni Eropa yang mempermasalahkan crudepalm oil(CPO) asal Indonesia yang dinilai tidak berkelanjutan dan ramah lingkungan.

“Kami semata-mata mau perdagangan yang fair,” jelasnya.

Dalam kesempatan yang berbeda, Mahendra Siregar, Executive Director Council ofpalm oilProducing Countries (CPOPC), mengaku telah menerima surat pernyataan dari GIMNI, yang mewakili keluhan dari sejumlah pelaku usaha.

Surat pemberitahuan tersebut dia umumkan dalam diskusi panel yang membahas mengenai rencana Uni Eropa untuk menghapus biofuel CPO dari daftar sumber energi berkelanjutan pada 2021.

 

Sumber: Bisnis Indonesia