PONTIANAK – Harga tandan buah segar kelapa sawit yang anjlok dinilai sangat merugikan petani. Selain itu harga TBS juga kerap berfluktuasi sehingga menganggu perencanaan petani. Pengamat ekonomi Universitas Tanjungpura Prof Dr Eddy Suratman mengatakan, dengan harga yang sekarang para petani sawit terutama yang mandiri, terancam mengalami kerugian.

Lantarannya biaya produksi lebih besar dari hasil penjualan. “Petani juga harus membeli pupuk, obat dan perawatan tanamannya. Sementara harga TBS turun. Tentu mereka akan mengalami kerugian. Hasil yang didapat tidak sebanding dengan biaya produksinya,” ujarnya kepada Pontianak Post, kemarin.

Menurut dia, produk kelapa sawit perlu memiliki lembaga penampung khusus utuk menstabilkan harga petani. Tujuannya supaya para petani memiliki patokan harga yang jelas. Lembaga ini berperan mirip Bulog di sektor pangan, yang menyerap hasil-hasil pertanian masyarkat, terutama gabah. Tujuannya agar harga beras di masyarakat tidak bergejolak.

“Badan ini bisa membeli hasil petani sawit untuk ditampung. Karena sawit adalah produk ekspor juga. Ketika harga tinggi, badan ini bisa menjual stoknya. Ketika rendah, stoknya bisa ditahan dulu. Saya rasa bisa, karena sawit bukan produknya cepat busuk juga. Mungkin perlu ditambah teknologi khusus untuk merawatnya,” imbuhnya. Badan ini penting menurutnya.

Pasalnya sawit dan karet adalah komoditas perkebunan yang bnayak melibatkan masyarakat Kalbar.  Harga-harga sawit dan karet ini sangat berpengaruh ke ekonomi masyarakat. Kalau harga terus anjlok, sementara biaya produksi naik maka daya beli masyarakat dalam bahaya. Imbasnya ke semua sektor,” papar dia.

Ide ini mungin perlu waktu lama untuk terwujudkan. Namun langkah terdekat, pemerintah lokal harus mengambil langkah cepat dan tepat. Supaya petani tidak terlalu terbebani. Caranya adalah dengan mengucurkan dana untuk mensubsidi biaya produksi para petani. Subsidi itu bisa disalurkan ke pupuk atau biaya lainnya. Sementara sumber pendanaanya bisa menggunakan kas daerah maupun APBN.

Sementara itu, sebagai upaya mendorong perkembangan kelapa sawit utamanya sawit mandiri atau perkebunan rakyat, Komisi XI besama kementrian keuangan tengah mendorong terkait pembentukan Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit.  “Dana ini digunakan pertama untuk replanting, kemudian kedua penanaman pada kebun rakyat atau plasma yang belum sempat  ditanam di kebun inti,” ujar anggota Komisi XI DPR RI Dapil Kalbar, Michael Jeno, belum lama ini

Dengan dana ini, kata Jeno sapaan akrabnya, diharapkan pengembangan kelapa sawit bisa lebih bergairah dan dapat dimanfaatkannoleh masyarakat dengan sebaik mungkin.  “Sudah ada dananya jadi kita berharap ini dapat dimanfaatkan dengan baik,” terangnya

Untuk memperkuat hal itu, kata Jeno l, pihaknya juga tengah membentuk panitia kerja (Panja) untuk merevieu, mengevaluasi Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit.  “Ini dimaksudkan agar dana yang tersalurkan untuk pengembangan kelapa sawit dapat kembali ke fungsinya, kita juga mendorong kelapa sawit mandiri, tidak hanya sawit yang dimiliki oleh korporasi atau perusahaan, “ ucapnya

Dengen dibentuknya panja ini, kata Jeno, diharapkan dapat memaksimalkan fungsi dari kelapa sawit itu sendiri dan lebih berkembang hingga dapat meningkatkannpertumbuhan ekonomi rakyat. “Utamanya sawit mandiri atau perkebunan rakyat yang kita harapkan pengembangannya,” katanya

Disamping itu, sambung Jeno, pihaknya juga tengah mendorong percepatan pembangunan pelabuhan internasional yang berlokasi di Kijing Kabupaten mempawah, sebab menurutnya hadirnya pelabuhan tersebut juga menjadi salah satu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Kalbar.

“Kita tahu selama ini untuk CPO atau sawit dari Kalbar tidak melalui pelabuhan Kalbar, sebab kendalanya adalah kita belum ada, sehingga untuk ekspornya masih dari luar, maka dari itu kita terus dorong percepatan pembangunannya,” kata Anggota Komisi XI DPR RI dari partai PDI Perjuangan ini

Sebab jika dihitung-hitung dari segi keuntunganya sendiri bisa mencapai triliunan apabila ekspor CPO atau sawit dilakukan di Pelabuhan Kalbar, hal ini juga dikarekan biaya pajaknya yang masuk ke kawasan pelabuhan internasional itu.  “Tidak semua hasil pendapatan dari ekspor CPO dan sawit yang kita miliki masuk ke Kalbar, sebab dari segi pajaknya saja sudah masuk ke pelabuhan lain, makanya saya pernah hitung-hitung hasil dari sawit yang kita tanam mencapai triliunan apabila bisa dilewati dipelabuhan kita (Kalbar),” pungkasnya.

 

Sumber: Pontianakpost.co.id