JAKARTA. Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) terus menanjak sentuh rekor harga tertinggi sejak lebih dari lima tahun lalu. Permintaan CPO meningkat tersokong faktor pengalihan penggunaan dari minyak mentah ke minyak sawit sebagai bahan bakar.
Mengutip Bloomberg, Jumat (12/3), harga CPO kontrak pengiriman Mei 2021 ditutup naik 1,6% menjadi RM 4.125 per ton. Dalam sepekan harga CPO melonjak 10,26%.
Founder Traderindo.com Wahyu Tribowo Laksono mengamati, harga CPO naik karena permintaan naik, terutama setelah terjadi tren kebijakan bauran energi yang lebih ramah lingkungan. Di satu sisi, harga minyak juga catat rekor tertinggi. Peningkatan harga minyak mentah membuat penggunaan biodiesel menjadi lebih kompetitif.
“CPO merupakan bahan baku pembuatan biodiesel bisa menjadi substitusi minyak mentah sehingga ketika harga minyak mentah naik, harga CPO juga ikut naik,” kata Wahyu, Jumat (12/3).
Selain kenaikan harga minyak, tren kenaikan harga minyak kedelai juga turut menaikkan harga CPO. Wahyu mengatakan lembaga konsultasi agrikultur AgRural melaporkan panen kedelai di Brasil mencapai level terendah dalam hampir satu dekade terakhir. “Selama ini pelaku pasar mengkhawatirkan ketatnya pasokan minyak kedelai di Amerika Serikat (AS),” kata Wahyu.
Sementara, faktor utama yang menunjang kenaikan harga CPO datang dari ekonomi yang mulai pulih pasca-distribusi vaksin. Permintaan ekspor dan pertumbuhan konsumsi menjadi pendorong kenaikan harga CPO.
Selain itu, harga minyak sawit internasional naik secara berturut-turut juga karena dipicu adanya kekhawatiran atas stok yang rendah di negara-negara pengeskpor CPO akibat rendahnya produksi. Tidak ketinggalan, faktor yang membuat harga CPO terus naik adalah kebijakan moneter The Fed dan dampaknya pada indeks dolar AS. Selama The Fed tetap mempertahankan kebijakan suku bunga rendah dan indeks dolar melemah maka harga komoditas bisa terangkat.
Namun, seiring kenaikan permintaan CPO kelak juga akan merespon kenaikan suplai. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memproyeksikan produksi CPO Indonesia di sepanjang tahun ini naik 3,5% secara tahunan menjadi 49 juta ton dari realisasi tahun lalu di 47,4 juta ton. “Kenaikan pasokan bisa menjadi penahan harga dan rawan koreksi di level atas,” kata Wahyu.
Meski demikian, sentimen penguatan harga CPO, Wahyu proyeksikan masih berlanjut. Sentimen positif datang dari Pertamina yang telah menguji produksi green diesel. Pengujian tersebut menggunakan refined, bleached, and deodorized palm oil (RBDPO).
Di tahap pertama, Pertamina akan mengolah 3.000 barel RBDPO per hari untuku menghasilkan green diesel mulai Desember mendatang. Sementara, di tahap kedua, Pertamina akan mengolah lebih banyak lagi, yaitu 6.000 barel CPO per hari menjadi green avtur mulai Desember 2022.
Secara teknikal, Wahyu mengamati setelah harga CPO melewati RM 3.681 memang akan memicu bullish. Level RM 4.000 menjadi wajar diuji. Untuk kuartal I-2021, Wahyu memproyeksikan rentang harga CPO di RM 3.500-RM 4.100.
Selanjutnya di akhir tahun ini rentang harga CPO diproyeksikan berada di RM 3.000-RM 4.500.
Sumber: Kontan.co.id