Bisnis, JAKARTA – Langkah pemerintah melarang ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil mulai membuat harga minyak goreng curah dan kemasan berangsur turun.

Meski harga minyak goreng curah belum menyentuh harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp14.000 per liter atau Rp 15.500 per kilogram (kg), masyarakat saat ini sudah bisa lebih mudah mendapatkan komoditas tersebut.

Berdasar pantauan Bisnis, minyak goreng curah di Pasar Rumput Manggarai sudah berada di kisaran Rpl 7.000-Rp17.500 per liter. Menurut Yani, salah seorang pedagang di Pasar Rumput, harga minyak goreng curah mulai turun setelah Lebaran.

“Alhamdulillah sekarang sudah banyak. Harganya kalau ke pembeli yang jarang-jarang Rpl7.000. Tetapi kalau ke langganan kita jual Rp 16.500 atau Rp16.000,” katanya, Senin (16/5).

Yani mengaku, dirinya membeli minyak goreng curah dengan harga Rp14.500 per liter dari agen.

Penurunan harga juga terjadi di Pasar Jatinegara. Para pedagang mengaku menjual minyak goreng curah dengan harga Rp17.000 per liter. Bahkan, salah satu pedagang mengatakan bahwa mereka sudah diberi informasi jika minyak goreng curah dengan harga Rp14.000 sudah banyak tersedia di Pasar Jaya.

“Katanya sudah ada di Pasar Jaya, hanya saja saya belum mengambil. Saya masih menyimpan stok yang 17.500 per liter,” ujar salah seorang pedagang yang ditemui Bisnis di lantai dasar Pasar Jatinegara.

Sementara itu, Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menyebut konsep penjualan minyak goreng curah dengan

HET memang tidak efektif dan sulit direalisasikan. Terkecuali jika alur produk dari hulu sampai pengecer ditangani langsung oleh pemerintah.

Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga mengatakan bahwa berdasarkan pantauan timnya, pasar minyak goreng kemasan di supermarket atau toko-toko cenderung lesu. Bahkan di banyak tempat harganya turun dari Rp52.800 per dua liter menjadi Rp48.350 per dua liter. Kejadian itu, kata dia, menunjukan bahwa masyarakat menengah atas pun turut membeli minyak goreng curah.

“Baiknya kebijakan harga ini dilepas saja ke mekanisme pasar. Artinya ada peminat Migor curah yang tidak seharusnya membeli yang bersubsidi ini. Minyak goreng curah bersubsidi nyelonong ke repacker dan bisa jual Rp 21.000 per liter, banyak beralih ke industri makanan dan minuman, perhotelan, fast food,” ujar Sahat kepada Bisnis, Jumat (13/5).

Menurut Sahat, distribusi minyak goreng curah ke berbagai pelosok Tanah Air banyak hilang di perjalanan. Padahal, pihaknya telah menyalurkan 31.250 ton minyak goreng curah ke masyarakat melalui Sistem Informasi Minyak Goreng Curah atau Simirah.

Pit. Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Veri Anggrijono meminta semua pihak bersabar terkait dengan kebijakan moratorium ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya. Dia menegaskan pelarangan ekspor minyak sawit mentan itu tidak akan berlangsung lama.

“Itu konsekuensi ya [kehilangan devisa]. Kebijakan ini kan untuk rakyat juga supaya minyak goreng terjangkau,” kata Veri saat dihubungi Bisnis.

Veri bahkan mengeklaim minyak goreng curah di pasaran sudah mulai mendekati harga eceran tertinggi (HET) Rpl4.000. “Ya pelarangan ini tidak akan berlama-lama. Saya baca-baca laporan Satgas Pangan sudah 50% di Indonesia harganya sudah sesuai HET,” kata dia.

Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) Tungkot Sipayung menilai masih mahalnya minyak goreng curah merupakan sebuah anomali. Kata dia, dengan larangan ekspor CPO dan produk turunannya, akan ada sekitar 12 juta ton per tahun atau 1 juta ton per bulan minyak goreng yang tersedia di pasar domestik.

“Ini dua kali lipat dari kebutuhan minyak goreng domestik yang hanya 500.000 ton per bulan. Apalagi masa puncak konsumsi minyak goreng domestik, yakni Ramadan dan Lebaran telah berlalu. Seharusnya harga minyak goreng curah sudah turun mendekati level Rp 14.000 per liter,” katanya.

 

 

Sumber: Bisnis Indonesia