
Yang menjelek-jelekkan sawit atau crude palm oil (CPO) ternyata bukan cuma Uni Eropa. Ada organisasi dan LSM dalam negeri yang ikut-ikutan menjelek-jelekkan produk andalan Indonesia itu.
KONDISI ini sangat disayang-nya Anggota Komisi IV DPR Robert J Kardinal. Politisi Partai Golkar ini menyebut, organisasi dan LSM tadi sebagai pengecut. Sebab, mereka membusukkan sesuatu yang menjadi mata pencaharian masyarakat Indonesia. Saat ini, ada jutaan petani Indonesia menggantungkan kehidupannya dari perkelapasawitan.
“Kita sangat sayangkan masih ada orang Indonesia atau LSM luar negeri menjelek-jelekkan Indonesia. Bikin propaganda hancurkan CPO kita. Lucu, seorang WNI atau LSM menjelek-jelekkansawitkita di luar negeri. Di mana coba nasionalismenya?” kata Robert, kemarin.
Untuk Uni Eropa, Robert bisa memahami jika mereka gencar melakukan kampanye negatif terhadap sawit. Sebab,sawit merupakan pesaing bagi produk pertanian mereka dalam membuat biofuel. Mereka takut produknya tergilas sawit.
“Uni Eropa permainkan kita karena mereka takut. Kebanyakan mereka saat ini sudah beralih ke biofuel. Kalau sawit kita masuk ke sana, berarti Indonesia dapat manfaat banyak dari sana. Secara bisnis, tentu mereka tidak mau itu terjadi. sawit kita kan tidak jauh berbeda dengan produk bunga matahari mereka. Tapi, mereka buat opini di dunia seolah-olah bunga matahari paling ramah lingkungan. Padahal, begitu di cek belum tentu,” kata politisi asal Papua Barat ini.
Atas kondisi ini, Robert mendukung rencana Kementerian Pertanian (Kementan) menghentikan ekspor sawit ke Uni Eropa. Penghentian ekspor tersebut untuk memberi pelajaran bagi Uni Eropa. Robert yakin, dengan ketegasan Indonesia, Uni Eropa akan rugi besar. Mereka akan kekurangan bahan baku untuk industri.
Yang tidak kalah penting, kata Robert, penghentian ekspor sawit ini penting untuk menunjukkan bahwa Indonesia negara berdaulat. Indonesia tidak bisa diatur-atur dan apalagi dijelek-jeiekkan negara Iain.
Sebagai produsen CPO terbesar di dunia, tambah Robert, Indonesia harus menunjukkan jati diri dan ketegasan. Jika perlu, Indonesia tampi sebagai negara pengendali utama CPO bersama Malaysia.
“Kita kan produsen terbesar CPO di dunia, kemudian Malaysia. Sebagai sesama negara ASEAN dan serumpun, kita harus tampil jadi pengendali. Bukan kita yang dikontrol Uni Eropa,” tegasnya.
Robert yakin, jika Indonesia mengurangi, apalagi menghentikan, ekspor sawit ke Uni Eropa, mereka akan jera. Sedangkan Indonesia tidak akan rugi. Sebab, jumlah ekspor sawit ke Uni Eropa cuma berapa persen dari seluruh ekspor ke negara lain selama ini.
“Jadi, memang harus kita beri pelajaran juga mereka. Biar mereka bingung. Biarkan mereka mengalami produk olahan CPO dan turunannya, seperti susu, jadi mahal. Kita kurangi juga impor barang dari Eropa. Biar mereka makin rugi. Harus kita buat serangan balik. Jadi, tidak usah gentar melawan mereka,” tegas Robert.
Selama ini, tujuan ekspor sawit Indonesia bukan cuma Eropa. Ada Amerika Serikat, China, dan India, yang jumlahnya jauh lebih besar. Karena itu, kata Robert, Indonesia tidak perlu takut kehilangan pangsa pasar ekspor karena ada kampanye hitam atau boikot dari negara-negara Uni Eropa.
Dengan pembatasan ekspor ke Uni Eropa, Robert yakin, Indonesia bisa menjadi pengendali harga sawit. Dengan begitu, kesejahteraan para petani sawit pun akan meningkat.
“Kita tak perlu takut sama Uni Eropa. Kita lawan saja, bersatu. Tunjukkan tanpa ekspor CPO ke Eropa, kita masih bisa untung,” tambah dia.
Sumber: Rakyat Merdeka