JAKARTA – Proses hilirisasi sawit yang kian meluas di sektor pangan, kosmetik, hingga energi telah mengungkit permintaan di pasar domestik. Konsumsi minyak sawit di dalam negeri diproyeksikan meningkat 6,60% menjadi 18,50 juta ton tahun ini. Sementara itu, sepanjang 2020, konsumsi minyak sawit domestik mencapai 17,35 juta ton atau meningkat 3,60% dari tahun sebelumnya.
Ketua Umum Gabungan Pengusahakelapa sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan, kinerja industri sawit nasional tak hanya ditopang pasar ekspor, namun juga dari pasar domestik. Pada 2020 misalnya, konsumsi minyak sawit domestik naik 3,60% dari tahun sebelumnya. Peningkatan sepanjang tahun tersebut karena naiknya permintaan oleokimia untuk konsumsi sabun dan bahan pembersih, serta meningkatnya permintaan konsumsi untuk biodiesel terkait kebijakan mandatori B30. “Secara umum, ekspor minyak sawit Indonesia mengalami kontraksi dibandingkan tahun lalu, namun secara nilai tercatat lebih tinggi,” kata dia melalui keterangannya, Jumat (18/6).
Dia mengatakan, hingga saat ini pasar minyak sawit masih didominasi pasar ekspor mencapai 70%, namun tahun ini diperkirakan pasar ekspor akan menurun menjadi 65%. Karena itu, pasar minyak pasar domestik menjadi harapan. Sepanjang 2020, pasar domestik naik 3% akibat pandemi Covid-19, yang meningkatkan konsumsi kebutuhan produk turunan minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) dari oleokimia naik 60,51% menjadi 1,69 juta ton. Ini antara lain untuk sabun dan bahan baku disinfektan, dan peningkatan konsumsi biodiesel terkait mandatori B30 sebesar 24% menjadi 7,23 juta ton. Melihat kondisi yang ada dan pemulihan ekonomi yang berlangsung, industri sawit nasional memiliki potensi yang cukup besar untuk terus tumbuh pada 2021.Gapkimemproyeksikan untuk konsumsi domestik akan mengalami peningkatan 6,60% atau menjadi 18,50 juta ton pada 2021. \’Tahun ini, kami optimistis produksi minyak sawit 2021 akan naik signifikan karena pemeliharan kebun yang baik, cuaca yang mendukung, harga yang menarik sehingga produksi 49 juta ton untuk CPO dan 4,65 juta ton untuk minyak kernel (palm kernel oil/ PKO). Pemerintah berkomitmen melaksanakan mandatori B30, yang mana konsumsi biodiesel sebesar 9,20 juta kiloliter yang setara dengan 8 juta ton minyak sawit. Selain itu ada permintaan dari industri lainnya 2 juta ton untuk domestik,” kata Joko.
Sejalan dengan implementasi kebijakan mandatori B30, Ketua Bidang Pemasaran dan Promosi Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Irma Rachmania menyatakan komitmennya untuk mendukung program tersebut. “Program B30 ini diharapkan dapat mendorong tercapainya target bauran energi Indonesia serta meningkatkan kemandirian energi nasional,” ujar Irma. Sejauh ini, volume minyak nabati yang terserap untuk program B30 sepanjang 2020 mencapai 7,23 juta ton.
Sedangkan tahun ini, Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah menetapkan volume biodiesel untuk program B30 mencapai 9,20 juta kiloliter (kl) atau setara 8 juta ton minyak sawit. Saat ini, Indonesia merupakan negara terdepan yang telah mampu terbukti mengimplementasikan B30 yang merupakanEnergi Terbarukandan ramah lingkungan. Tren konsumsi biodiesel di dalam negeri juga terus meningkat dari tahun ke tahun.
Genjot Produksi
Sementara Ketua Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Bernard Riedo optimistis dengan konsumsi domestik seiring proses hilirisasi yang berjalan masif. GIMNI tidak mengkhawatirkan ancaman ekspor maupun larangan Uni Eropa (UE) yang akan meniadakan minyak sawit pada 2030 mendatang. Hal ini dikarenakan pada 2025 kebutuhan fatty acid methyl ester (FAME) untuk B30 sudah mencapai 12,70 juta ton, biohidrokarbon untuk bensin 16,50 juta ton, kebutuhan untuk makanan dan oleokimia 13,80 juta ton. Jika ditotal sudah mencapai 43 juta ton. “Justru yang perlu dipikirkan adalah menggenjot produksi, salah satunya melalui program peremajaan sawit rakyat (PSR),” kata Bernard.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (Apolin) Rapolo Hutabarat menjelaskan, permintaan oleokimia di dalam negeri akan meningkat 165-168 ribu ton setiap bulan sepanjang tahun ini. Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri itu, dibutuhkan upaya hilirisasi sawit. “Pertumbuhan domestik rerata 10-12% sehingga dalam setahun dapat mencapai 1,98-2 juta ton,” papar Rapolo.
Di tempat terpisah, Guru Besar IPB University Purwiyatno Hariyadi mengungkapkan, sawit sebagai bahan makanan berkontribusi dalam pemecahan masalah gizi dunia. Hingga saat ini, sekitar 75-85% penggunaan sawit untuk sektor pangan. Di sisi lain, limbah sawit kini mulai digunakan bagi sumber energi ramah lingkungan. Sebagai limbah industri, cangkangkelapa sawitmenjadi solusi dari faktor penghambat produksi biomassa. Pasokan cangkang sawit yang melimpah menjadi alasan penting penggunaan biomassa ini untuk cofiring PLTU di Indonesia.
Sumber: Investor Daily Indonesia