JAKARTA– Indonesia merupakan jawara minyak sawit berkelanjutan dunia. Pasalnya, berdasarkan data Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), minyak sawit berkelanjutan yang diproduksi dunia mencapai 14,31 juta ton. Sebanyak 7,46 juta ton atau sekitar 52% berasal dari Indonesia.
Di samping itu, jika RSPO dan International Standard Carbon Certification (ISCC), dilaksanakan secara sukarela (voluntary), Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) bersifat mandatori, sehingga wajib dilakukan seluruh perkebunan sawit di Indonesia.
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Mukti Sardjono, mengatakan, perkebunan sawit di Indonesia sudah menjalankan prinsip dan kriteria berkelanjutan. Industri sawit nasional sudah bisa memproduksi minyak sawit berkelanjutan dan lestari.
“Buktinya, banyak perkebunan sawit nasional yang berhasil mendapatkan sertifikat RSPO, ISPO ataupun ISCC,” papar Mukti dalam diskusi bertajuk Sukses Bersama Minyak Sawit Berkelanjutan di Jakarta, Kamis (25/10/2018).
Perkebunan sawit di Indonesia, kata Mukti, sudah memiliki kesadaran tinggi dalam melakukan praktik budidaya terbaik dan berkelanjutan. “Minyak sawit telah berhasil menjadi penyelamat defisit neraca perdagangan Indonesia, melalui kontribusi terbesarnya bagi pendapatan devisa negara,” tandasnya.
Pemerintahan Joko Widodo. Menurut dia, proaktif untuk mendorong bertumbuhnya sektor ini. Termasuk kebijakan mandatori biodiesel atau B20 efektif untuk mengerek konsumsi minyak sawit di dalam negeri.
Direktur RSPO Indonesia, Tiur Rumondang mengatakan, keberadaan RSPO merupakan bagian dari kekuatan produsen Indonesia dalam menghasilkan produksi minyak sawit.
RSPO, lanjut dia, turut memperjuangkan keberadaan minyak sawit asal Indonesia, supaya bisa dikonsumsi pasar global. Dengan logo keberlanjutan RSPO, maka produk minyak sawit telah dikenal sebagai produk berkelanjutan.
“Sertifikat RSPO yang diberikan kepada perkebunan kelapa sawit Indonesia, berlandaskan hasil audit independen yang telah dilakukan lembaga sertifikasi nasional,” kata Tiur
Keberadaan RSPO, menurut Tiur, merupakan bagian dari kepentingan bersama akan keberadaan minyak sawit yang kian meningkat konsumsinya.
“Selain itu, minyak sawit berkelanjutan menjadi satu-satunya minyak nabati global yang telah berhasil melaksanakan prinsip dan kriteria berkelanjutan secara universal. Minyak sawit merupakan satu-satunya minyak nabati berkelanjutan yang ada di dunia,” paparnya.
Tiur menambahkan, petani sawit mendapatkan banyak keuntungan dari sertifikat RSPO yang mereka dapatkan. Berdasarkan data RSPO, minyak sawit berkelanjutan yang diproduksi dunia mencapai 14,31 juta ton. Sebanyak 7,46 juta ton atau sekitar 52% berasal dari Indonesia.
“Indonesia harus bangga atas keberhasilan minyak sawit. Bisa mensejahterakan petani dan lingkungan sekitarnya. Ingat ya, data 2017 menyebut, luas lahan perkebunan sawit mencapai 12 juta hektar. Di mana, 42% lebih milik petani,” papar Tiur.
Sementara, Rudi Lumuru dari LSM Links menegaskan, keberadaan minyak sawit berkelanjutan, mendukung ekonomi dan sosial masyarakat luas, terutama di Indonesia. Dalam hal ini, LSM perlu ikut mendorong keberadaannya. “Perkebunan sawit di pelosok, telah menjadi bagian dari solusi bagi kesejahteraan rakyat,” kata Rudi.
Sedangkan Direktur eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga mengingatkan, pentingnya pengembangan industri hilir sawit. Keberadaan industri hilir sawit, akan mendorong tumbuhnya konsumsi domestik. Sehingga Indonesia bisa mendapatkan nilai lebih dari bahan baku sebelum di ekspor ke luar negeri.
Menurut Sahat, strategi untuk mendorong tumbuhnya industri minyak sawit nasional bisa dilakukan dengan meningkatkan konsumsi domestik. Di sinilah diperlukan sinergi antar pemangku kepentingan. Minyak sawit Indonesia telah menjadi primadona minyak nabati dunia, di mana kebutuhan konsumsi dunia termasuk Indonesia, akan terus meningkat setiap tahun. Sejalan dengan pertumbuhan populasi dunia, kata Sahat.
Sumber: Id.beritasatu.com