Trubus.id — Industri kelapa sawit menjadi salah satu topik yang banyak diperbincangkan belakangan ini. Pembahasan topik kelapa sawit dinilai penting karena berhubungan dengan ketahanan pangan yang sekaligus menjadi prioritas riset nasional.
Menurut Prof. Dr. Jatna Supriatna, Kepala Unit Kerja Khusus (UKK) Lembaga Sains Terapan (LST) FMIPA UI, lebih dari 50% produksi minyak sawit dunia berasal dari Indonesia. Sayangnya, royalti untuk hasil riset kelapa sawit dari Indonesia sangat kecil. Hal ini karena mayoritas hak paten adalah milik asing.
“Ini merupakan tantangan. Kita harusnya bisa, sumber daya ada, sarana ada, ilmunya ada, tinggal kita satukan tim-tim kita. Kami dari LST mencoba untuk memfasilitasi ini,” kata Prof. Jatna, seperti dikutip dari laman Universitas Indonesia, saat acara MIPAtalk Series 9 bertajuk “Innovation in Palm Oil Industry Makes Indonesia Leads in Fulfilling the World’s Energy Crisis” pada Kamis (15/9) di Gedung Laboratorium Riset Multidisiplin FMIPA UI.
Apalagi, industri minyak sawit di Indonesia memiliki sejarah panjang sejak 1848. Kondisi alam Indonesia yang cocok dengan pohon sawit membuat sawit tumbuh subur di Indonesia.
Menurut Sahat M. Sinaga, M.T., Executive Director Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), industri sawit mengalami banyak tantangan dan perkembangan.
Tantangan di industri sawit berkaitan dengan dampak negatif terhadap alam dan kesehatan yang juga menjadi kekhawatiran global saat ini, sedangkan perkembangan sawit dapat dilihat terutama di bidang pengolahannya.
Pada umumnya, minyak sawit diolah melalui proses sterilisasi basah (wet-proccess) dengan menggunakan uap. Proses ini meninggalkan kadar chloride atau klorida tinggi di minyak sawit.
Sawit mentah dari Indonesia secara alami mengandung karotenoid (provitamin A), tocopheroldan tocotrienol (vitamin E), serta fitosterol (penurunan kolesterol). Akan tetapi, proses produksi atau pengolahan minyak nabati atau crude palm oil (CPO) konvensional dapat merusak kandungan-kandungan ini.
Oleh karena itu, diperlukan teknologi serta proses yang tepat untuk menjaga kandungan bermanfaat dari minyak sawit sehingga dapat menjadi nilai tambah bagi sawit.
Pada 2022, PT Nusantara Green Energi (NGE) bersama para peneliti memperkenalkan proses pengolahan minyak sawit melalui dry-process atau steamless di Batanghari, Jambi. Menurut Sahat, jika sterilisasi dihilangkan dan diganti dengan dry-process, minyak sawit akan lebih aman dan sehat.
Sawit tidak hanya bermanfaat sebagai minyak goreng dan bahan bakar alternatif, tetapi juga dapat dikembangkan menjadi produk lainnya seperti kosmetik, parfum, detergen, cat, bahkan produk di bidang farmasi.
Sahat menekankan pentingnya pengolahan sawit menjadi produk yang dapat dimanfaatkan di berbagai bidang dan produk sampingan (by-product). Hal ini karena semakin banyak proses yang dilalui, semakin bertambah nilai barang tersebut.
“Makin kita kembangkan teknologi, inovasi produk, dan aplikasinya, kita dapat menambah nilai tambah hingga enam kali lipat. Begitu banyak potensi yang belum digarap dan digali dari sawit mulai dari hulu hingga ke hilir,” terangnya.