Pemerintah Indonesia memamerkan keberhasilan menerapkan bauran energi pada bahan bakar minyak diesel lewat peningkatan campuran minyak sawit. Langkah itu diklaim membantu meningkatkan harga minyak kelapa sawit. Di sisi lain, peningkatan persentase campuran minyak sawit dikhawatirkan memicu deforestasi dan perubahan iklim apabila tak ada sistem pengaman kuat

Langkah Indonesia itu diutarakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam Pertemuan Kedua Tingkat Menteri Negara-negara Penghasil Minyak sawit (MMPOPQ di Kuala Lumpur, Malaysia, Senin (18/11/2019). Selain Indonesia dan Malaysia sebagai penghasil minyak sawit utama dunia, pertemuan diikuti Thailand, Kolombia, Nigeria, Papua Niugini, Ghana, Honduras, dan Brasil.

Airlangga memaparkan, penerapan program B20 atau 20 persen minyak sawit pada minyak diesel/solar telah dilakukan. Indonesia saat ini menguji coba program B30 untuk perluasan penggunaannya awal tahun 2020. Terkait bauran minyak sawit dalam minyak so-lar/diesel, Indonesia memimpin karena Malaysia baru berkomitmen menjalankan B20 pada 2020 dan Thailand menerapkan BIO pada 2020.

Kebijakan ini meningkatkan harga minyaksawitdi atas 600 dollar AS per ton. Negara-negara penghasil minyak sawit diajak mengikuti langkah Indonesia karena efektif menstabilkan harga minyak sawit dunia.

Menurut catatan Kompas, kebijakan peningkatan campuran minyak sawit pada bahan bakar minyak disebut pemerintah sebagai langkah strategis memanfaatkan minyak sawit menghadapi “diskriminasi” Uni Eropa. Pasar kedua terbesar Indonesia itu mulai 2021 mengurangi minyak sawit sebagai campuran biodiesel hingga total melarangnya pada 2030.

Peta jalan

Terkait peta jalan menuju total 100 persen minyak sawit sebagai pengganti minyak diesel, Kilang Minyak Pertamina di Plaju disiapkan untuk itu. “Hal ini butuh waktu karena pabrik Plaju akan dikonversi dari produksi minyak (fosil) menjadi greendiesel 100 persen (dari minyak sawit),” ujar Airlangga.

Saat ini Pertamina mendesain kilang dan berupaya mendapat lisensi proses itu. Apabila selesai, pemerintah baru bisa memperkirakan jadwal penggunaan diesel hijau.

Terkait risiko deforestasi baru serta dampak buruk pada perubahan iklim, Airlangga menyatakan, hal itu tak perlu dikhawatirkan. Kini pemerintah melakukan moratorium sawit yang memandatkan intensifikasi perkebunan sawit.

Nantinya peningkatan kebutuhan minyak sawit dipenuhi dari intensifikasi itu untuk mendorong produktivitas sawit di Indonesia. Produktivitas sawit di Indonesia (4 ton sawit per hektar per tahun) jauh di bawah. Malaysia (8-10 ton per ha per tahun) dan Thailand.

Peningkatan produktivitas itu bisa dilakukan dengan peremajaan sawit pada pekebun kecil yang memiliki 40 persen lahan sawit nasional. Peremajaan sawit dengan bibit unggul memacu produktivitas kebun. Peremajaan sawit baru 33.671 hektar atau 18,2 persen dari target 185.000 ha tahun 2018.

Di tempat terpisah, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan Muhammad Teguh Surya tak heran peremajaan sawit rakyat tak mencapai target. Temuan Komisi Pemberantasan Korupsi mengungkap mayoritas dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa sawi tuntuk membiayai program biodiesel, terutama pada grup usaha sawit multinasional asal luar negeri.

Dalam pertemuan itu, Menteri Industri Utama Malaysia Teresa Kok menekankan pentingnya kolaborasi antarnegara penghasil minyak sawit demi mendapatkan harga yang menyejahterakan pekebun kecil. Malaysia dan Indonesia yang punya sertifikasi sawit berkelanjutan (Indonesia/Malaysia Sustainable Palm Oil) perlu memastikan jaminan berkelanjutan diikuti pekebun kecil.

Sumber: Kompas