Enggartiasto Lukita Menteri Perdagangan mengecam secara tegas kampanye hitam yang sengaja digulirkan negara-negara Eropa untuk melemahkan Indonesia sebagai negara penghasil minyak nabati terbesar di dunia. Kampanye itu dianggap sesuatu yang keterlaluan dan tidak adil bagi industri sawit Indonesia.  

Kementerian perdagangan telah mengkaji bahwa pemakaian produk sawit sudah sesuai dari aspek kesehatan, lingkungan maupun ketenagakerjaan. Dari aspek kesehatan, menurut Enggar, tuduhan mereka bahwa minyak sawit memiliki dampak negatif selama ini juga tidak terbukti secara ilmiah, berbeda dengan minyak dari produk hewan.

Begitu juga tuduhan penggunaan tenaga kerja anak serta kesejahteraan petani, penyebab kebakaran lahan dan hutan tambahnya, tidak terbukti karena industri sawit taat memenuhi aturan yang ditetapkan. Karena kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang paling sedikit menggunakan lahan serta paling hijau dibandingkan minyak nabati lain seperti bunga matahari ataupun rapeseed yang dibudidayakan di Eropa.

Selain itu, setiap perkebunan dan perusahaan kelapa sawit telah dilengkapi dengan petugas dan peralatan kebakaran. Sawit juga merupakan industri yang melakukan kerja sama antara inti dengan plasma yang paling taat, dibanding sektor industri lain, sehingga menjadi sektor yang berkontribusi besar bagi perekonomian Indonesia dari skala kecil maupun besar.

Maka tidak ada alasan bagi negara-negara Eropa melarang pemakaian minyak sawit (CPO) dan produk turunan lainnya. selama ini isu-isu negatif terhadap minyak sawit semata-mata merupakan persaingan dagang yang tidak sehat antara minyak nabati. “Saya kira ini hanya propaganda. Persaingan yang tidak sehat, jadi isu yang terus menerus dihembuskan pada industri sawit itu bagian dari perang dagang dan persaingan,”kata Enggar dalam Konferensi Sawit Internasional atau Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) 2017 di Nusa Dua, Bali, awal November lalu.

Menurut Enggar, Indonesia menerima ketentuan yang ditetapkan Uni Eropa agar produk sawit Indonesia bisa masuk ke sana. Namun pemerintah Indonesia menilai ketentuan-ketentuan yang diterapkan tersebut bersifat diskriminatif hanya dikenakan terhadap produk sawit, tetapi tidak dikenakan terhadap minyak nabati dari negara-negara lain.

Selama ini pemangku kepentingan industri kelapa sawit di Indonesia lebih memilih cara-cara bertahan atau defensive menghadapi serarangan dagang dari negara Eropa melalu kampanye anti sawit. Oleh karenanya, ia mengajak pemerintah maupun pelaku usaha untuk bersatu melawan serangan perdagangan tersebut. “Kita harus offensif jangan defensif menghadapi mereka,” katanya.

 

Sumber: Sawitindonesia.com