Jakarta: Pemerintah Indonesia terus melakukan protes keras sejak Uni Eropa turut menggaungkan penghapusan biofuel berbasis kelapa sawit (phase out palm oil based biofuel) pada 2021. Parlemen Eropa  menilai penggunaan minyak sawit sebagai salah satu biofuel berpotensi dalam proses deforestasi.

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan pihaknya telah menyurati Komisi Eropa,  Dewan Eropa dan sejumlah menteri Uni Eropa untuk menyampaikan keberatan Indonesia tersebut.

 

“Dari resolusi ini mengirim surat ke dewan Eropa, saya sudah kirim surat ke menteri-menteri di negara Uni Eropa,” kata Retno dalam rakor Kementerian Perdagangan di Hotel Borobudur,  Jakarta, Kamis, 1 Februari 2018.

Menurutnya, resolusi parlemen Uni Eropa sangat diskriminatif lantaran mereka tidak menggunakan basis data yang jelas. Resolusi tersebut bertentangan dengan prinsip perdagangan bebas dan berpotensi merugikan negara produsen kelapa sawit.

“Saya agak kesal, karena yang saya pertanyakan soal data,” imbuh dia.

Retno menambahkan protes keras harus dilakukan dengan cara yang lebih agresif agar resolusi itu tidak sampai berdampak pada penurunan ekspor sawit ke Uni Eropa.

“Mau tidak mau kita harus rapatkan barisan untuk memperjuangkan palm oil kita,” tegasnya.

Anggota Parlemen Eropa (MEP) akhirnya menyetujui proposal undang-undang yang akan diajukan ke menteri Uni Eropa, mengenai penggunaan energi terbarukan.

Salah satu kebijakan yang dihasilkan adalah menghapus minyak kelapa sawit sebagai salah satu bahan dasar biofuel. Dalam penjelasannya, minyak sawit dianggap menjadi salah satu penyebab deforestasi.

Proposal tersebut juga menyebutkan bahwa penggunaan sawit di Uni Eropa akan berakhir pada 2021, yang menjadi periode awal diterapkannya undang-undang konsumsi energi Eropa yang baru.

Tercatat, 492 orang menyetujui proposal larangan tersebut, sebanyak 88 orang anggota parlemen menyatakan penolakan dan 107 orang lainnya menyatakan abstain.

 

Sumber: Metrotvnews.com