Indonesia dan Uni Eropa kemungkinan akan saling berhadapan di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk menyelesaikan kasus pelarangan penggunaan biofuel berbasis CPO di kawasan Eropa tahun 2030 nanti.
Pasalnya, pemerintah Indonesia siap melawan diskriminasi UE hingga ke meja WTO apabila kebijakan tersebut benar-benar tetap disetujui oleh Parlemen Eropa.
“Kita akan melawan kebijakan Eropa ini secara G2G [pemerintah ke pemerintah melalui WTO,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Oke Nurwan.
Selain melalui WTO, ungkapnya, pemerintah akan mendorong pengusaha kelapasawitdi dalam negeri untuk melakukan gugatan ke Court of Justice terhadap kebijakan UE itu.
“Mungkin kegiatan itu bisa dilakukan secara paralel,” kata Oke Nurwan.
Saran pemerintah itu ditanggapi positif oleh Wakil Ketua Umum Gapki bidang Perdagangan dan Keberlanjutan, Togar Sitanggang.
Dia menegaskan, pihaknya sedang mempertimbangkan semua saran pemerintah, termasuk menggugat secara terpisah aturan UE serta kampanye hitam pelabelan “bebas minyak sawit” yang gencar dilakukan pelaku usaha ritel di Eropa.
“Begitu Parlemen Eropa mengesahkan aturan itu, kita akan melakukan langkah-langkah litigasi terhadap mereka. Kita akan pelajari sampai sejauh mana kita bisa masuk ke pengadilan setempat,” kata Togar.
Penyelesaian masalah melalui WTO sendiri akan memakan waktu yang cukup lama karena adanya sejumlah tahapan yang harus dilewati kedua pihak yang bersengketa.
Pihak-pihak yang bersengketa terlebih dulu diminta menjalani jalur konsultasi untuk menyelesaikan permasalahan mereka. Jika di jalur ini tidak ada titik temu, maka WTO akan membentuk panel yang akan menyelidiki sengketa itu, apakah kebijakan yang diambil salah satu pihak sudah sesuai dengan aturan WTO atau tidak.
Panel ini nantinya akan mengeluarkan keputusan mengenai hal-hal yang disengketakan oleh pihak-pihak yang bersengketa. Keputusannya bisa meloloskan kebijakan yang diterapkan satu pihak atau meminta satu pihak untuk membatalkan kebijakan yang diambilnya.
Namun, pihak yang tidak puas juga bisa mengajukan banding kepada WTO agar-dilakukan kembali penyelidikan bagi penyelesaian masalah dengan bukti-bukti yang kuat.
Sumber: Tabloid Agro Indonesia