Rencana pemerintah menerapkan mandatori campuran biodiesel 30% di bahan bakar (B30), menggairahkan produksi biodiesel lokal
JAKARTA. Pengusaha perkebunan kelapa sawit berharap, perintah Presiden Joko Widodo untuk mempercepat program mandatori biodiesel bahan bakar minyak (BBM) menjadi 30% (B30) dari target sebelumnya di tahun 2020, bisa benar-benar terlaksana. Kebijakan itu diharapkan bisa mendongkrak harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang masih rendah.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Master Parulian Tumanggor yakin, produsen biofuel Indonesia siap memenuhi permintaan tersebut. Pasalnya, kapasitas produksi industri biodiesel dalam negeri saat ini cukup besar mencapai 11 juta ton per tahun.
“Kalau kami diminta memproduksi 30% dari selama ini 20%. itu paling tinggi artinya butuh sekitar 6 juta ton, kami masih bisa memenuhinya” ujar Tumanggor kepada KONTAN, Selasa (10/7).
Kenaikan porsi produksi biodiesel juga tidak akan menganggu kinerja produsen biodiesel maupun sektor kelapa sawit lainnya. Apalagi, ia memperkirakan, tahun ini produksi kelapa sawit bakal mencapai 40 juta ton atau meningkat 4,79% dari 2017 yang sebesar 38,17 juta ton. Sementara dengan penggunaan B30, konsumsi biodiesel dalam negeri bisa meningkat sekitar 500.000 kiloliter per tahun.
Harga CPO Naik
Pada tahun ini, Aprobi menargetkan total produksi biodiesel sekitar 3,5 juta kiloliter. Dari jumlah itu, Aprobi mentargetkan bisa kembali mengekspor sekitar 500.000 kiloliter biodiesel ke Uni Eropa, sementara sisanya digunakan untuk kebutuhan domestik.
Jika program B30 diterapkan, maka permintaan produksi biodiesel bisa naik. Kenaikan permintaan biodiesel akan berdampak pada pergerakan harga minyak kelapasawitmentah di pasar global. Menurut Tumanggor, bila B30 benar-benar sudah diterapkan secara masif, maka dampaknya akan terasa di pasar global. Harga akan naik karena suplai CPO akan berkurang.
“Bila B30 jadi diterapkan, maka harga CPO bisa naik karena mengikuti hukum supply dan demand karena ada kebutuhan besar di Indonesia nya,” kata Tumanggor.
Hal ini, menurutnya, bisa dilihat ketika pemerintah menerapkan program mandatori biodiesel 20% (B20) beberapa waktu lalu. Mandatori itu berhasil mengangkat harga CPO di pasar global. Diharapkan hal serupa juga terjadi ketika program ini ditingkatkan menjadi B30.
Hal serupa dikatakan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono. Ia bilang, bahwa produksi minyak kelapa sawit sangat mencukupi untuk penambahan tersebut. “Kuncinya bukan di bahan baku, tapi di serapan pasar nantinya,” kata Joko.
Ia menambahkan, selama ini penyerapan biodiesel relatif bergantung pada sektor transportasi. Berkat aturan mandatori biodiesel 20% (B20) yang telah diterapkan untuk mengisi porsi BBM, penyerapan komoditas minyak nabati ini banyak fokus di sektor kendaraan. Maka dengan penambahan porsi menjadi 30%, otomatis pasar biodiesel bakal makin basah.
Dia bilang, saat ini baru sektor pembangkit listrik yang telah banyak menggunakan B30. Sementara alat berat di industri pertambangan tahun ini baru mulai menggunakan campuran biodiesel 15% (BI5). Untuk kereta api, penggunaan biodiesel sebanyak 5% (B5) sedang diuji coba. Maka penentu sukses tidaknya program B30 ini ditentukan kesiapan industri pengguna di dalam negeri.
Biodiesel merupakan produk turunan CPO. Dari target serapan biodiesel dalam negeri 3,5 juta kiloliter tahun ini, sebanyak 2,8 juta hingga 3 juta kiloliter ditujukan untuk Public Service Obligation (PSO) sementara 500.000 kiloliter akan diserap non PSO.
Tane Hadiyantono
Sumber: Harian Kontan