Indonesia sangat berpeluang mengembangkan minyak sawit sebagai bahan baku untuk bioenergi. Peluang ini sangat besar mengingat pasokan minyak sawit melimpah.
Pada 2018 produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) Indonesia mencapai 42 juta ton. Dari total produksi tersebut, sebagian besar diekspor ke berbagai negara. “Bioenergi berbahan baku minyak sawit sangat potensial untuk tenis dikembangkan di Indonesia dan dunia,” papar Peneliti dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Agus Kismanto pada Diskusi sawit” Peningkatan Peran BPDP Kelapa sawit dalam Pengembangan sawit Minyak sawit sebagai Bioenergi” di Jakarta kemarin.
Menurut Agus, pemerintah sudah melakukan banyak penelitian dan inovasi yang mumpuni guna memajukan produk hilir dilndonesia. Berbagai hasil penelitian dan inovasi dilakukan BPPT bekerja sama perguruan tinggi.perusahaan, dan pihak lain guna memajukan industri hilir minyak sawit.
Salah satu hasil penelitian tersebut bioenergi berbahan baku minyak sawit sangat berpotensi untuk terus dikembangkan sebagai bioenergi. Sebab itu, penggunaan minyak sawit sebagai bioenergi harus terus didorong supaya menjadi sumber energi hijau dan terbarukan.
Ketua Umum lkatan Ahli Biofuel Indonesia (IKABI) Tatang Hemas mengatakan, minyak sawit sangat potensial dikembangkan sebagai bahan bakar minyak cair. Karena itu, keberadaan minyak sawit harus terus didukung oleh semua pihak.
Aplikasi minyak sawit sebagai bahan bakar cair sudah dikembangkan Kis Technology Indonesia. Aplikasi teknologi sudah berkembang di dunia dan dapat mengembangkan minyak sawit sebagai bahan bakar cair yang sangat potensial. “Kami sudah mulai pengembangan proyek Bio-CNG berbasis minyak sawit di Indonesia,” tuturnya.
Produk surface active agent (surfactan) yang berguna bagi pembersih juga memiliki peluang dikembangkan dari minyak sawit. Dwi Setyaningsih, periset surfactan dari Bioenergi Research Centre (SBRC)-IPB, menjelaskan, minyak sawit sebagai bioenergi juga sangat berpotensi dikembangkan sebagai surfactan, di mana aplikasi penggunaannya sangat luas bagi industri pertambangan industri sabun, dan sebagainya.
Menurut Kasubdit Industri Hasil Perkebunan Nonpangan, Direktorat Jenderal Industri Agro, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Lila Harsyah Bakhtiar, keberadaan industri turunan minyak sawit harus mendapat dukungan semua pihak, agar pengembangan industri minyak sawit terus berjalan. “Sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia, industri turunan minyak sawit harus terus dikembangkan di Indonesia,” paparnya.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) MP Tumanggor mengatakan, keberadaan industri biodiesel di Indonesia masih jauh dari kapasitas industri. Sebab itu, Aprobi mendorong penggunaan konsumsi biodiesel lebih besar di Indonesia. “Kami berharap konsumsi biodiesel bisa terus meningkat di Indonesia, seperti mandatori B30 diharapkan segera terealisasikan,” ujar MP Tumanggor.
Pertamina, sebagai perusahaan milik pemerintah yang membantu pendistribusian dan penjualan biodiesel, juga memiliki peran penting terhadap kemajuan industri biodiesel nasional.
Menurut Manajer Operasional Supply Chain, Direktorat LSCI PT Pertamina, Gemalriandus Pahalawan. keberadaan biodiesel minyak sawit membantu ketersediaan pasokan bahan bakar nasional. “Biodiesel berbahan baku minyak sawit sangat membantu ketersediaan bahan bakar minyak,”katanya.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit lndonesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan,sawit terus memberikan kontribusi besar bagi negara dan masyarakat. Salah satunya melalui pengembangan industri turunan minyak sawit sebagai bioenergi, yang juga menguntungkan secara lingkungan.
Sumber: Harian Seputar Indonesia