Sejumlah inovasi perlu dihadirkan pemerintah untuk meningkatkan efisiensi biaya logistik produsen produk turunan minyak kelapa sawit atau CPO.

Ketua Umum Asosiasi Minyak Makan (AMMI) Adi Wisoko menyampaikan perlu adanya inovasi bongkar-muat di pelabuhan-pelabuhan lokal. Menurutnya, hal tersebut diperlukan agar pabrikan dapat menghemat biaya logistik dan meningkatkan daya saing.

“Kalau bagi yang punya pelabuhan sendiri jadi ada [kemudahan] bongkar-muat, tapi kebanyakan [pabrikan] tidak punya,” katanya kepada Bisnis, Minggu (1/3/2020).

Ketua Asosiasi Produsen Oleochemichal (Apolin) Rapolo Hutabarat mengatakan untuk industri oleokimia tidak memiliki isu strategis terkait kedekatan dengan hulu. Justru, masalah yang selama ini dibicarakan tidak ada pabrikan yang dekat dengan industri.

“Kami selalu minta dekat dengan pelabuhan karena semua hasil produksi akan dikapalkan baik untuk domestik atau ekspor,” katanya.

Rapolo mengemukakan saat ini penting melakukan pemetaan untuk kawasan industri (KI) atau kawasan ekonomi khusus (KEK) agar dekat dengan pelabuhan. Dia pun mencontohkan adanya KI Sei Mangke yang jauh dari Pelabuhan Kuala Tanjung juga belum memberi solusi bagi industri.

Padahal, Kuala Tanjung digadang menjadi hub Internasional. Untuk itu, Rapolo mengatakan, saat ini diharapkan Blok Masela yang akan dibuka di Indonesia Timur dibangun dengan perencanaan yang matang.

“Kalau di sana dibangun pelabuhan sekalian lalu ada KI akan bagus. Jadi sumber energi akan dekat dengan pelabuhan lalu industri pun tumbuh efisien,” ujarnya.

Sebelumnya pelaku industri oleokimia optimistis pertumbuhan bisnis tahun ini akan mendorong utilisasi pabrikan hingga 90 persen dari level utilitas saat ini dikisaran 75 persen-80 persen.

Rapolo berharap akan ada peningkatan serapan di pasar domestik antara 12 persen-14 persen. Selain itu, Rapolo berharap pasar global bisa meningkatkan serapannya sekitar 18-20 persen.

Sementara itu, Gabungan Industri Minyak Nabati (GIMNI) menyatakan lokasi pelabuhan ekspor saat ini belum ideal.

Asosiasi menilai penambahan penggantian pelabuhan ekspor ke titik ujung negeri akan membuat daya saing produksi lokal CPO dan turunannya akan lebih tinggi di pasar global.

“Jangan dibawa ke Dumai untuk ekspor, kacau kami. [Pemindahan pelabuhan ekspor] itu yang harus dipikirkan pemerintah. Jangan terpusat di Dumai, itu yang keliru,” kata Ketua Umum GIMNI Sahat Sinaga.

Sahat berujar pemerintah harus mendekatkan pelabuhan ke pabrikan. Pasalnya, menurutnya, pendirian lokasi pabrikan akan menyesuaikan lokasi pelabuhan dan bukan sebaliknya.

Sahat mengusulkan adanya tiga pelabuhan baru. Pertama, pelabuhan ekspor untuk tujuan India, Eropa, dan Afrika Timur di Meulaboh, Daerah Istimewa (DI) Aceh. Sahat menilai lokasi tersebut akan membuat daya saing produk hilir CPO nasional lebih tinggi dari Malaysia di pasar-pasar tersebut.

Kedua, Pelabuhan Maloy, Kalimantan TImur untuk pasar China, Myanmar, dan Asia Timur. Adapun, pemerintah juga harus menambah pelabuhan antara di Pontianak, Pangkalan Bun, atau Banjarmasin agar pabrikan CPO di Kalimantan dapat langsung memasok kebutuhan di pasar domestik.

Ketiga, Pelabuhan Laut Biak, Papua untuk pasar Amerika. Sahat berujar pembangunan pabrik di sana akan meringankan beban logistik pabrikan CPO dan turunannya di Papua. Pasalnya, pabrikan CPO dan turunannya di Papua juga harus mengirimkan pasokan ke Dumai untuk keperluan ekspor.

 

Sumber: Bisnis.com