Ikatan Sarjana Ekono mi Indonesia (ISEI) bekerja sama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk meningkatkan pangsa pasar ekspor Indonesia. Ini dilakukan dengan melakukan program promosi produk ekspor Indonesia khususnya di Swiss. Pemerintah terus mempromosikan produk komoditas unggulan, yang salah satunya adalah minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO).

“Pada akhir April lalu, kami menggelar kampanye positif di Swiss. Kami menjajaki kerja sama penelitian dengan perguruan tinggi setempat, memamerkan produk kerajinan dan memaparkan overview outlook ekonomi Indonesia di hadapan pelaku dunia usaha dan pengambil kebijakan. Secara khusus, kami menjelaskan mengenai industri kelapa sawit yang berkelanjutan untuk menjawab concern masyarakat Eropa ter kait komoditas,” ucap Ketua Dewan Pengawas ISEI Halim Alamsyah dijakarta, Senin (20/5).

Ia mengatakan, peningkatan kerja sama ekonomi antara Indonesia dan Swiss merupakan salah satu objektif kunjungan ini. Pemerintah Swiss melihat potensi pasar Indonesia dan Vietnam sebagai wilayah tujuan investasi. Sebagai informasi Swiss merupakan investor terbesar ketiga di Indonesia dari Eropa, melalui perusahaan Nestle,

ABB, dan Phillips Morris. Total perusahaan Switzerland yang melakukan investasi di Indonesia sebanyak 150 perusahaan melalui Swiss Chamber of Commerce.

Kedepan, Swis juga akan melakukan investasi sebesar Rp 3 trilliun di INKA untuk memproduksi 1000 gerbong kereta dan lokomotif, yang akan diproduksi di Banyuwangi, Jawa Timur. “Swiss sendiri memiliki pendapatan per kapita tertinggi, salah satu yang tertinggi di Eropa Pendapatan per kapita Swiss sebesar US$ 80 ribu. Dalam konteks investasi, Swiss merupakan investor ke tiga terbesar untuk Indonesia,” ungkap Halim.

Ekspor CPO

Dalam kesempatan yang sama, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bustanul Arifin mengatakan, saat ini Indonesia sedang menghadapi permasalahan yaitu adanya diskriminasi Uni Eropa terhadap minyak kelapa sawit. Padahal, dari data yang dia terima, penggunaan lahan kelapa sawit hanya sekitar 6,6% dari total lahan dunia. Sedangkan, area yang digunakan untuk menanam kedelai mencapai sembilan kali lipat dari total lahan kelapa sawit.

“Produktivitas kelapa sawit pun signifikan lebih besar dibandingkan dengan kedelai, sunflower, dan cotton
seed. Hal ini dibuktikan dari fatal penggunaan lahan kelapa sawit yang hanya sebesar 6,6% mampu memproduksi 38,7% output” tutur Bustanul.

Sebagai informasi, Indonesia dan Malaysia menyumbang 80% dari total produksi kelapa sawit di dunia dengan tren nilai ekspor yang meningkat dari 2013-2018. Sekitar 39% CPO diekspor ke 135 negara, 15% ke Tiongkok, 13% ke India, 11% ke Pakistan, 6% ke Bangladesh, 6% ke Spanyol, dan 4% ke Amerika Serikat.

Sementara itu, pasar ekspor PKO (palm kernel oil) terbesar antara lain Tiongkok (32%), AS (19%), Brazil (11%), Belanda (9%), Malaysia (6%), Jepang (4%), Filipina (4%), Rusia (3%) dan sisanya kurang 3% dari negara Afrika Selatan, Thailand, Mesir, Pakistan, dan Turki.

Ia mengatakan, industri kelapa sawit mempunyai prospek baik, pertumbuhan permintaan dalam tren meningkat dari industri makanan dan energi. Kelapa sawit dibutuhkan dunia karena produktivitas minyak kelapa sawit lebih tinggi dibandingkan jenis minyak lain.

“Pengambangan kelapa sawit membutuhkan lahan lebih sedikit dan harganya kompetitif. Kelapa sawit juga mengurangi kemiskinan dan menciptakan lapangan pekerjaan,” kata Bustanul.

 

Sumber: Investor Daily Indonesia