Kinerja ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya diprediksi terus turun hingga akhir tahun ini, akibat tekanan dari sisi harga internasional.

Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa sawit Indonesia Bidang Perdagangan. dan Keberlanjutan Togar Sitanggang mengatakan, hingga akhir 2019, kinerja ekspor komoditas andalan RI itu masih akan dibayangi oleh tren penurunan harga.

Kendati volumem ekspor CPO dapat meningkat, capaian dari sisi harga akan terus melemah lantaran adanya kelebihan pasokan minyak sawit dunia dan meningkatnya kampanye negatif terhadap komoditas itu.

“Harga komoditas ini masih bertahan di level rendah dan ada kecenderungan terus turun. Sulit kalau untuk nilai ekspor dari produk ini naik hingga akhir tahun, meskipun secara volume bertambah,” katanya, Minggu (30/6).

Menurutnya, terdapat potensi kenaikan permintaan CPO dan produk turunannya dari India apabila Negeri Bollywood mengimplementasikan janjinya untuk menurunkan bea masuk
produk tersebut. Penurunan bea masuk produk turunan CPO, diperkirakan dilakukan setelah Indonesia sepakat untuk menurunkan bea masuk gula mentah dari negara itu.

Namun, dia belum dapat memastikan seberapa besar keputusan dari India tersebut akan memengaruhi sentimen harga CPO dan produk turunannya di pasar global.

Dia memperkirakan, hingga akhir tahun ini, harga CPO di pasar global tidak akan bergerak terlalu jauh dari kisaran US$ 470 per ton.

Adapun, produk CPO asal Indonesia di India dikenai bea masuk 40%, sedangkan produk turunannya 50%.

Sementara itu, tarif berbeda dikenakan oleh India kepada Malaysia setelah kedua negara menjalin pakta dagang MICECA mulai awal tahun ini.

Perjanjian dagang itu membuat bea masuk CPO dari Malaysia sebesar 40% dan produk turunannya sebesar 45%.

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia Sahat Sinaga mengamini, harga CPO masih akan tertahan pada level yang rendah hingga akhir tahun ini. Untuk itu, dia mendesak pemerintah membantu kalangan pengusaha memacu ekspor produk turunan CPO lantaran dari sisi harga dapat lebih bersaing.

“Pertama, bantu kami para produsen di hulu untuk mengurangi harga kemasan, karena harga di negara kita masih lebih mahal dibandingkan dengan Malaysia. Kedua, turunkan bunga pembiayaan ekspor. Hal ini penting untuk mendongkrak daya saing kita ketika masuk ke pasar Timur Tengah atau Afrika,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kemendag Kasau Muhri optimistis harga CPO dan produk turunannya masih dapat bergerak naik hingga akhir tahun ini.

“Pemerintah masih memiliki kebijakan implementasi B30 yang diharapkan dapat menyerap pasokan CPO nasional, sehingga bisa menimbulkan sentimen positif di pasar CPO dunia,” katanya.

Namun, dia belum dapat menyebutkan berapa kisaran kenaikan harga serta nilai ekspor CPO dan produk turunannya hingga akhir tahun ini. Dia menyebutkan, Kemendag masih terus melakukan penghitungan terkait dengan hal tersebut.

Sumber: Bisnis Indonesia