Pemerintah diminta turun tangan untuk mengamankan kepentingan ekonomi nasional di pasar global, salah satunya komoditas sawit. Tindakan Greenpeace yang menghadang kapal tanker sawit di Teluk Cardiz, Spanyol, berdampak buruk kepada imej dan ekspor sawit Indonesia.
“Negara harus berpihak kepada minyak sawit yang berada dalam ancaman Greenpeace. Karena selama ini, negara merasakan keuntungan dari penerimaan devisa negara,” kata Benny Soetrisno, Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), dalam siaran persnya, Minggu (18/11/2018).
Komoditas sawit berkontribusi besar bagi devisa negara sebesar sumber devisa utama dengan capaian sebesar USD 22,97 miliar atau Rp 318 triliun pada 2017. Dampak positifnya adalah neraca dagang nonmigas surplus sebesar USD 11,83 miliar.
Benny menyebutkan kemampuan sawit untuk menutup defisit neraca perdagangan sangatlah penting bagi pemerintah. Disinilah perlu keberpihakan pemerintahan Joko Widodo untuk memberikan tindakan tegas kepada Greenpeace.
“Aksi Greenpeace terlalu lama dibiarkan. Akibatnya seperti sekarang, ekspor sawit dihambat masuk Eropa. Untuk itu, Indonesia bisa mengikuti kebijakan India yang membekukan Greenpeace,” ujarnya.
Senada dengan Benny Soetrisno, kalangan petani meminta pemerintah bertindak tegas kepada Greenpeace. Rino Afrino, Wakil Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), menuturkan kampanye Greenpeace telah menghina martabat Indonesia melalui tuduhan minyak sawit kotor. Pasalnya, tuduhan Greenpeace belum tentu dapat terbukti apakah minyak sawit yang dihasilkan dari pembabatan lahan hutan.
“Apakah Greenpeace bisa membuktikan minyak sawit yang dijual Wilmar, merusak lingkungan? Padahal, supplier mereka ini telah mengikuti prisnsip minyak sawit berkelanjutan seperti ISPO dan RSPO. Jelas kampanye Wilmar dapat menghancurkan stigma sawit Indonesia,” tandasnya.
Sahat Sinaga, Wakil Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) mengatakan Indonesia tidak boleh tunduk dengan tuntutan Greenpeace karena kampanye mereka bersifat barbar dan provokatif. Mengingat Indonesia sedang membenahi tata kelola sawit tetapi Greenpeace seenaknya menyudutkan sawit. Untuk itu sebagai langkah awal pemerintah dapat mengaudit sumber pendanaan Greenpeace.
“Greenpace sebaiknya dibekukan seperti di India karena tidak memberikan manfaat apapun bagi Indonesia. Mereka tidak menambah perbaikan ekonomi Indonesia malahan merecoki kepentingan ekonomi kita,” jelasnya.
Kalangan petani APKASINDO berencana menempuh upaya hukum kepada Greenpeace. Rino menyebutkan pihaknya sedang berkonsultasi dengan tim hukum untuk menindaklanjuti upaya hukum tersebut. Selain itu, akan dikirimkan surat pelaporan terkait aksi Greenpace kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum dan HAM.
“Kampanye Greenpeace sudah dalam tahap yang meresahkan petani. Apalagi harga sedang jatuh seperti sekarang ini. Kami ingin pemerintah bisa tegas dan membekukan Greenpeace,” pungkasnya.
Sumber: Agrofarm.co.id