Jakarta (ANTARA) – Kementerian Pertanian menyebutkan prinsip dalam sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) sejalan dengan indikator yang menjadi tujuan dari program pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).
“Dalam rangka meningkatkan keberterimaan ISPO di pasar internasional, kita ingin juga menghubungkan kontribusi tujuh prinsip ISPO ini dengan 17 indikator tujuan dari pembangunan berkelanjutan atau SDGs,” kata Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Kementerian Pertanian Dedi Junaedi dalam webinar tentang Masa Depan ISPO yang diselenggarakan oleh Indef yang dipantau di Jakarta, Senin.
Menurut Dedi, prinsip-prinsip yang diterapkan dalam sertifikasi ISPO kepada pengelola perkebunan kelapa sawit telah relevan dengan indikator yang ada pada SDGs. “Sejauh ini kami sudah identifikasi terdapat 12 indikator dari tujuan SDGs yang relevan dengan prinsip kriteria ISPO,” kata Dedi.
Dedi mengatakan hal tersebut bisa menjadi kekuatan Indonesia dalam meningkatkan eksistensi sertifikasi ISPO agar diterima di pasar internasional.
Selain ISPO yang belum lama diterbitkan oleh pemerintah Indonesia, saat ini juga terdapat sejumlah sertifikasi kelapa sawit berkelanjutan yaitu Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang dikelola oleh asosiasi global tentang kelapa sawit berkelanjutan dan juga sertifikasi dari Malaysia yaitu Malaysian Sustainable Palm Oil (MSPO).
Pentingnya sertifikasi kelapa sawit berkelanjutan tersebut untuk memastikan bahwa proses dalam industri minyak sawit memperhatikan berbagai aspek lingkungan hidup dan sosial untuk memastikan keberlanjutannya. Namun saat ini sertifikasi yang diakui oleh internasional yaitu RSPO dan MSPO.
Kelapa sawit Indonesia banyak diterpa isu kampanye hitam karena dinilai merusak lingkungan dan juga produk turunan kelapa sawit Indonesia yang diboikot oleh negara-negara Eropa. Oleh karena itu pemerintah Indonesia menerbitkan sertifikasi sawit berkelanjutan ISPO yang prinsip-prinsipnya memperhatikan aspek lingkungan hidup dan sosial sebagaimana sertifikasi sawit berkelanjutan lainnya.
Namun Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Fadhil Hasan menyayangkan saat ini sertifikasi ISPO belum diakui oleh dunia. “Kita harus mengakui bahwa ISPO ini belum diakui secara internasional, terutama negara-negara yang saya harapkan ada sustainability dalam praktik pengolahan sawit itu sendiri,” kata Fadhil.
Padahal menurutnya, prinsip dan ketentuan yang diatur dalam penerbitan sertifikasi ISPO sudah mengalami perbaikan dan penguatan sejak pertama kali dirumuskan oleh pemerintah Indonesia.
Sumber: Antaranews.com