InfoSAWIT, JAKARTA – Pada laporan Komunikasi Progres Tahunan (ACOP) 2019 tercatat ada perubahan penting, lantaran sekretariat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Dewan Gubernur (BoG) meninjau pertanyaan-pertanyaan dalam ACOP 2019 dan merampingkan strukturnya atau membuat strukturnya lebih sederhana agar memudahkan anggota RSPO dalam pelaporannya. “Pada dasarnya, ini lebih sederhana, tetapi kami masih membutuhkan informasi yang diperlukan,” kata RSPO Data Scientist, Yen Hun Sung, dalam keterangan resmi diterima InfoSAWIT.

Saat ini informasi jumlah volume minyak sawit berkelanjutan wajib dilaporkan oleh semua anggota RSPO. Sebelumnya tidak ada sanksi atau hukuman bila anggota menolak untuk melampirkan data volume. Sebab itu tahun lalu RSPO menetapkan perubahan tersebut dan membuat lampiran data volume menjadi wajib, namun demikian anggota diberikan beberapa opsi guna mereduksi data mereka dari pandangan publik. Namun, ini tidak ideal.

Jadi, tahun ini, semua lampiran data volume menjadi wajib dan harus dinyatakan sebagai bagian dari upaya RSPO untuk mendapatkan data yang lebih akurat,” catat Yen Hun Sung.

Perubahan lainnya ialah RSPO meminta perkiraan volume berdasarkan wilayah untuk mempromosikan penggunaan minyak sawit berkelanjutan bersertifikat (Certified Sustainable Palm Oil – CSPO) untuk wilayah di negara-negara maju seperti Uni Eropa dan Amerika Utara. Termasuk untuk negara-negara lainnya seperti Cina dan India. Anggota RSPO akan dilacak berdasarkan negara atau wilayah operasi mereka, bukan wilayah konsumsi.

Untuk ACOP 2019, pihak RSPO meminta anggotanya untuk melaporkan volume mereka secara wajib dan memperkirakan berapa banyak volume yang tersebar, supaya pelacakan konsumsi regional lebih akurat. (T2)

 

Sumber: Infosawit.com