Penerapan praktik budidaya kelapa sawit berkelanjutan di lapangan masih terus berjalan kendati dalam situasi pandemi Covid-19. Seolah upaya mewujudkan minyak sawit berkelanjutan tidak terhalang dengan kondisi dan ruang.
Tak hanya pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit, pun dengan petani kelapa sawit yang tetap menerapkan praktik sawit berkelanjutan kendati dihadapkan pada berbagai keterbatasan. Melakukan pertemuan dan diskusi untuk audit minyak sawit berkelanjutan dengan online pun dilakukan, alasannya perwujudan minyak sawit berkelanjutan tidak bisa terhenti karena pandemi.
Dikatakan Senior Manager Global Community Outreach & Engagement RSPO, Imam A. EL Marzuq, penerapan praktik budidaya berkelanjutan membuktikan proses pengembangan perkebunan kelapa sawit telah dilakukan secara lebih ramah lingkungan dan ramah sosial, terpenting produksinya dilakukan dengan cara olah yang lebih baik.
Lebih lanjut tutur Imam, selama dua dekade terakhir kebutuhan minyak nabati global terus meningkat termasuk di dalamnya minyak sawit. Pada 2050 diperkirakan kebutuhan minyak nabati bakal tembus 300 juta ton, ini sebanding dengan peningkatan jumlah populasi di dunia yang juga bakal mencapai nyaris 10 miliar orang. Jelas, kondisi ini mendorong produsen minyak nabati berupaya meningkatkan produksinya untuk memenuhi permintaan, termasuk minyak sawit.
Dimana spektrum pengembangan perkebunan kelapa sawit banyak terdapat di wilayah tropis seperti Asia, Afrika dan Amerika Latin. Selain iklim yang mendukung, pengembangan perkebunan kelapa sawit juga mampu menjadi sektor penumbuh ekonomi negara.
Namun demikian, wilayah tropis faktanya pula menjadi kantong-kantong penting keragaman hayati, baik flora maupun faunanya. Sebab itu kata Imam, bila pengembangan perkebunan kelapa sawit tidak dilakukan dengan cara yang lebih baik maka akan berisiko merusak lingkungan, menghilangkan habitat satwa dilindungi dan mematikan keragaman flora.
Tak hanya lingkungan masalah sosial pun kerap muncul, misalnya menyangkut ketenagakerjaan (buruh), atau konflik tenurial yang bisa memicu bentrokan sosial. “Padahal pengembangan perkebunan kelapa sawit bisa dilakukan secara sinergi dengan lingkungan dan sosial,” tutur Imam dalam webinar online yang dihadiri InfoSAWIT, pertengahan Agustus 2020 lalu.
Sebab itu kata Imam, guna mencegah risiko tersebut RSPO memiliki dasar penerapan skema minyak sawit berkelanjutan yang mesti dipatuhi seluruh anggota, dimana hingga saat ini anggota RSPO berjumlah lebih dari 4.800 anggota di dunia yang terdiri dari 7 sektor, yaitu Pekebun, Trader, Perbankan, LSM sosial dan lingkungan, Prosesor sampai Peritel. Standar yang dianut RSPO pun tidak bertentangan dengan regulasi yang menyangkut perkebunan kelapa sawit dalam suatu negara. (T2)
Sumber: Infosawit.com