Meskipun penyebaran Covid-19 di Indonesia masih masif terjadi, Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menyatakan, kontribusi produksi olahan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) pada 2021 akan meningkat. Hal tersebut seiring dengan kebijakan pemerintah terkait optimalisasi hilirisasi industri.
Ketua Umum GIMNI, Sahat Sinaga mengatakan, saat ini produk olahan CPO berkontribusi sekitar 76 persen terhadap total ekspor CPO dan turunannya.
“Saya proyeksi total ekspor CPO dan turunannya pada 2021 mencapai 35,8 juta ton. Itu, most likely, 19-20 persen CPO, sisanya atau 80 persen bisa ditopang dari produk olahan, sehingga nilai tambah akan lebih baik,” kata Sahat.
Lebih lanjut Sahat menjelaskan, proyeksi tersebut berdasarkan prediksi kontribusi produk turunan CPO dari Malaysia yang dinilai akan melemah disebabkan India yang akan menurunkan biaya levy CPO nasional dan menaikkan levy turunan CPO.
Alhasil, dinamika industri produk turunan CPO akan mengalami kesulitan. Pasalnya, harga CPO Indonesia yang sudah tinggi menjadi kurang menarik untuk dijadikan bahan baku untuk industri produk turunan CPO Malaysia.
“Malaysia akan mengalami kesulitan karena harga CPO kita akan tinggi pada 2021, tidak mungkin beli CPO dia dari Indonesia. Makanya, mangkraklah industri turunan CPO Malaysia,” ucap Sahat.
Seperti diketahui, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 87/2020 tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor atas Produk Pertanian dan Kehutanan yang Dikenakan Bea Keluar membuat bea keluar CPO per November 2020 naik hingga US$13,5 (atau sekitar Rp190.350).
Dengan kata lain, bea keluar CPO saat ini menjadi US$782,03 per MT (atau sekitar Rp11.026.623 per MT). Data Gapki mencatat, volume ekspor CPO pada periode Januari-Agustus 2020 merosot 11 persen menjadi 21,3 juta ton secara y-o-y. Penurunan tersebut didorong lesunya permintaan produk olahan CPO mencapai 16,1 persen menjadi 12,8 juta ton.
Sumber: Wartaekonomi.co.id