Pemerintah akhirnya meresmikan perluasan penggunaan biodiesel 20 persen (B20) untuk PSO dan non PSO sejak 1 September lalu. Perluasan B20 ini dilakukan untuk mendorong ekspor dan memperlambat impor dalam rangka menyehatkan neraca pembayaran.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution berharap, dengan adanya perluasan ini diharapkan dapat menghilangkan defisit neraca perdagangan dan mengurangi defisit transaksi berjalan.
“Kebijakan yang kita anggap dapat cepat menghasilkan tidak menunggu investasi yakni salah satunya B20. Karena begitu kita mulai dampaknya nomor satu adalah penghematan devisa dan karena soalnya itu dicampur CPO berarti berkurang kebutuhan solarnya. Kemudian kita tahu bahwa produksi dan stok CPO tinggi,” katanya, Jumat (31/8).
Pemerintah akan menerapkan B20 ini dengan berbagai sektor. Meski demikian, hingga saat ini penerapan B20 masih harus melewati berbagai kajian. Bahkan beberapa pihak mengalami kendala dalam penerapan ini.
Darmin mengatakan, beberapa sektor seperti alat utama sistem persenjataan (alutsista), pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD), dan alat tambang PT Freeport Indonesia masih dibebaskan dari penggunaan B20. Alasannya, sektor tersebut masih membutuhkan audit secara mendalam.
“Katanya karena Freeport karena alasan ketinggian. Katanya bisa menyebabkan beku CPOnya. Kita bilang audit, kalau audit tidak mendukung, ya tidak bisa. Harus pakai dia,” ujar Menko Darmin di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (1/9).
Sementara itu, untuk alutsista milik Tentara Nasional Indonesia (TNI) akan diberikan waktu selama 2 bulan untuk menyesuaikan sejak peluncuran B20 dilakukan pemerintah. Usai masa audit 2 bulan dilakukan, maka TNI wajib melaporkan hasilnya kepada pemerintah.
“TNI memang meminta kalau untuk angkutan B20 orang, barang bisa dilakukan. Tapi untuk alat tempurnya masih minta diaudit dua bulan dari sekarang tapi enggak apa-apa. Tapi kita harapkan yang audit punya kredibilitas bagus,” imbuhnya.
Sumber: Merdeka.com