Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji didaulat membuka acara Borneo Forum IU yang diselenggarakan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kalbar, di Hotel Ibis Pontianak. Rabu (20/3). Ajang ini yang merupakan pertemuan para stakeholder dan perusahaan kelapa sawitan di Pulau Kamilantan dan forum diskusi dalam mengurai isu startegis kelapa sawit di Kalimantan.

Kelapa sawit merupakan satu di antara komoditi ekspor andalan dari sub sektor perkebunan yang telah berkontribusi secara signifikan terhadap penerima devisa Negara khususnya dari sektor non migas.

Pada momen tersebut Sutarmidji menyampaikan sejumlah persoalan atas operasional perkebunan sawit di wilayah Kalimantan Barat, salah satunya soal kampanye negatif sawit

“Saya selaku gubernur akan mendukung melawan kampanye negatif untuk sawit, tapi tentu saja perusahaan yang ada memang harus benar – benar mengikuti aturan. Tapi kalau tidak ada perubahan saya yang akan dukung kampanye lawan sawit,” ungkapnya.

Menurutnya perkebunan sawit akan sukses jika masyarakat yang berada didekat operasional perkebunan sawit juga sukses dan baik. “Minimal infrastrukturnya baik, tapi kalau sebaliknya maka akan banyak pihak yang mengadvokasi dan memprovokasi Masyarakat untuk melawan perusahan sawit.” ujarnya.

Ia memaparkan ada banyak kategori desa tertinggal dan disitu ada perkebunan sawitnya. Kedepan, desa tersebut minimal dapat meningkatkan kategori desa tersebut dari desa tertinggal minimal berubah menjadi desa maju.

Tidak pula kita minta 50 indikator desa mandiri itu di siapkan oleh perusahaan. Paling tidak ada sinergi dengan pemerintah daerah, desa dan Provinsi untuk menyelesaikan itu,” ujarnya.

Midji menilai peran asosiasi perkebunan sawit yang cenderung belum maksimal. Pihak asosiasi harus berbenah untuk ikut bersinergi terkait mewujudkan pemenuhan kebutuhan masyarakat sekitar terkait dengan program CSR perusahaan.

Provinsi Kalbar yang merupakan penghasil kedua Crude palm oil(CPO) atau minyak kelapa sawit terbesar di Indonesia, namun tidak ada sedikit pun hasil dari CPO tersebut masuk ke dalam distribusi APBD Kalbar.

Ini dibuktikan dari banyaknya desa-desa yang masih tertinggal di Provinsi Kalbar dimana sebagiannya dikelilingi perkebunan kelapa sawit.

“Kalbar itu penghasil CPO kedua terbesar di Indonesia, tapi 2031 desa, desa mandiri cuma satu yang terletak di desa sutra kabupaten kayong utara dan tidak ada perusahaan sawit mereka bisa menjadi desa mandiri, 53 desa maju tidak ada sawit.” ujarnya.

Midji menyampaikan pemerintah Provinsi Kalbar setiap tahunnya mengeluarkan ratusan miliar untuk memperbaiki infrastuktur di daerah yang mana kerusakan infrastruktur ditimbulkan oleh kendaraan pengangkut kelapa sawi sehingga masyarakat kesusahan dalam infrastruktur menuju kota kabupaten atau kota kecamatan guna mobilitas mereka.

“Berapa ratus miliar setiap tahun kita keluarkan untuk perbaikan jalan, yang memasaknya kendaraan pengangkut kelapa sawit masyarakat setempat dibuat susah,” ujarnya.

“Ini masalah yang harus diselesaikan oleh pengusaha kelapa sawit kalau ingin semuanya berkelanjutan,” ujarnya.

Ketua Gapki Kalbar. Mukhlis Bentara mengatakan Borneo Forum memberi wadah bagi stakeholders untuk mendiskusikan sampai pada tingkat rencana aksi atas hal-hal yang menjadi isu utama sawit
regional Kalimantan saat ini.

Mukhlis mengatakan, permasalahan utama yang menjadi perbincangan masih dalam ruang lingkup tata ruang. Adanya tumpang tindih tata kelola ruang antara pengusaha dengan pemerintah seperti pengelolaan izin.

“Dari Pemda sendiri, atau Badan Pertanahan Nasional (BPN), sudah mengeluarkan izin karena tidak masuk dalam kawasan, akan tetapi dari Kementerian itu masuk dalam zona kawasan, disitulah letak tumpang tindih permasalahan sampai kini,” paparnya.

Sumber: Tribun Pontianak